Mohon tunggu...
Agustinus Sipayung
Agustinus Sipayung Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang konsultan di bidang pertanian

Blog ini saya khususnya untuk menceritakan orang-orang yang sangat menginspirasi saya oleh karena perannya terhadap masyarakat dan kemajuan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika CEO Perusahaan Menjadi Pejabat dan Mereka Menangis?

20 Mei 2018   08:40 Diperbarui: 20 Mei 2018   09:12 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat ini ada banyak pengusaha atau pimpinan perusahaan yang mendadak menjadi pejabat negara atau  birokrat di pemerintah. Namun dalam banyak kejadian, orang-orang yang hebat ketika mengelola perusahaan mendadak jadi mati gaya ketika menjadi pemimpin di pemerintahan. Mengapa?

Suatu kali saya bertemu dengan seorang pimpinan daerah yang berasal dari kalangan pengusaha. Dulu setahu saya ia adalah orang yang sangat optimis dan percaya bahwa ia bisa melakukan "banyak hal". Tapi, sekarang saya melihat " banyak", lebih banyak areal lempang di kepalanya yang tidak lagi tertutupi rambut, lebih banyak kerutan di dahi, lebih banyak kantung mata. Ada apa gerangan?

"Pusing kali pun mengurusi negaramu ini", komentarnya pedas. Saya mendengar hanya tersenyum datar dengan wajah menunjukkan empati yang sedikit basa basi.

Okelah, pertanyaannya mengapa orang seperti sahabat saya maupun banyak pemimpin daerah dari kalangan pengusaha seringkali gagal mewujudkan mimpi-mimpinya yang kadang setinggi daya jelajah pesawat Garuda?

Mari kita bayangkan habitat dari seorang pengusaha sukses. Ia mengelola perusahaan miliknya sendiri. Orang-orang yang terpilih terseleksi dengan baik. Sistem terbangun sehingga jika ia mengatakan A, maka manajer, supervisior bahkan hingga tingkat cleaning service akan mengatakan A juga. Ketika ada yang mbalelo, maka mudah mengatasinya. Segera di PHK dengan penuh rasa hormat.

Lalu apa yang terjadi ketika seorang pengusaha menjadi pemimpin daerah atau pejabat tinggi negara? Setidaknya ia memiliki kemudahan. Pertama, ia mendapatkan gaji, bonus dan fasilitas apapun tanpa ia harus mendapatkan profit yang besar di tahun sebelumnya. Entah target yang ia tetapkan tercapai atau tidak, gaji  tidak akan dipotong. Kedua, ia tidak perlu pusing-pusing memikirkan gaji bawahannya, termasuk THR saat menjelang lebaran. Ketiga, ia nggak perlu berpikir keras mengumpulkan uang untuk mendukung kegiatannya. Semua sudah disediakan pemerintah.

Tentunya bebannya lebih ringan dong? Mungkin dari sisi kesejahteraan dirinya dan staf, ya. Namun ketika adalah seorang yang punya mimpi indah yang ingin ia wujudkan di republik tercinta ini maka persoalannya menjadi lebih menggelitik.

Ketika ia mengatakan A, maka yang terjadi di kalangan bawah akan menterjemahkan A +, A ++ yang lebih cilaka ada yang menafsirkan ++ saja tanpa A.  Ketika seorang CEO melakukan kunjungan lapangan tidak ada namanya direktur, manajer di anak perusahaan yang tidak hadir. Semua menunggu sang bos dengan telaten dan menyambutnya bak raja. Tapi ketika seorang menteri datang ke sebuah Kabupaten jangan kaget jika Bupati hanya mengirimkan wakilnya, atau seorang kepala dinas. Ketika ditanya kenapa tidak datang. "Mohon maaf pak Menteri, bupati kami adalah tugas penting di Jakarta (tepatnya di kawasan Mangga Besar", jelasnya.

Saat Direktur di sebuah perusahaan negara memerintah anak buahnya melakukan A semua manggut. Lalu pada kesempatan yang lain mereka berbisik-bisik, "Ihh, itukan kan melanggar ketentuan. Takut ah. Jangan kerjakan, eneng nggak mau", komentar pegawai wanita kecematan yang cantik dengan suara sedikit mendesah.

Nah, jika setiap segenap perusahaan bekerja untuk tujuan yang sama yakni mengejar profit. Maka segenap karyawan di birokasi pemerintah bekerja untuk menegakkan aturan. Apa itu? Untuk mensejahterakan masyarakat? Melayani bangsa Indonesia dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia? Tidak juga, kata salah seorang pengawai sambil tersenyum malu. Kami bekerja untuk menegakkan aturan. Jangan melakukan korupsi, nepotisme dan merugikan negara! Hindari kerja salah prosedur! Jangan lakukan sesuatu yang tidak aman karena akan merugikan negara!

Sehingga dalam banyak kondisi itu berarti do nothing kadang pilihan yang paling pas. Ayolah percepat pecairan anggaran untuk dana miskin. "Aduh takutnya bahaya kalau cepat-cepat", kata seorang pejabat.

Jadi ketika seorang pimpinan dari kalangan pengusaha mengatakan A, maka staf dalam hatinya akan menjawab "nggak sesuai aturan".

"Ayo lakukan ini secepat mungkin". Jawabnya dalam hati, "Tidak sesuai aturan"

"Segera kejar output". Jawabnya dalam batin yang tulus, "Nggak sesuai aturan".

Begitulah yang terjadi sehingga seorang mantan CEO yang ambisius tidak jarang hampir-hampir stroke. Lalu karena frustrasi iapun menerapkan sistem keras. "Tidak ada kinerja saya ganti". Lagi-lagi respon dari para birokrat lebih aneh lagi. Ketika ada yang diberhentikan dan saat akan dicarikan calon pejabat semuanya pada mungkir. "Jangan saya yah pak",  bujuk seorang pengawai ketika diminta menjadi pejabat. Malah pendekatan dengan tekanan, gonta-ganti pejabat seringkali menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman dan membuat produktifitas malah makin terjun payung.

Ini jelas bikin pusing. Belum lagi ketika banyak instruksi Menteri atau Pejabat Tinggi nggak serta merta diindahkan pejabat daerah dengan dalih. "Emang siapa elo, wong Bupati kami dipilih rakyat dan ia lebih paham daerahnya daripada kamu", ungkap seorang kepala dinas dari hati yang paling dalam. Pasalnya dengan sistem otonomi banyak Bupati atau Gubernur yang mendadak jadi raja-raja kecil. Jadi seorang Menteri atau pejabat pusat tidak serta merta bisa mengatur daerah.

Lalu apa yang seharusnya dilakukan seorang CEO ketika menjadi pejabat? Jelas ini bukan jawaban yang mudah dan mungkin saran yang saya ajukan bisa keliru atau bisa saja benar. Lalu kenapa Anda membuat tulisan ini? Mungkin Anda bertanya kepada saya.

Tapi saya ingin coba beropini jika diizinkan. Saya ingin mengatakan jika lembaga pemerintahaan memang dirancang untuk bekerja seperti bebek. Aturan yang mengikat terlalu banyak. Prosedur kerja kadang mencekik leher dan anehnya itu sengaja dibiarkan. SDMnya sudah diprogram selama bertahun-tahun untuk bekerja santai dan jago bergosip serta ahli memainkan politik kantor. Meskipun saat punya kepentingan para birokrat dapat memangkas produsen dan aturan lalu berbisik "Itu bukti saya cerdas".

Langkah awal yang harus dibangun seorang pemimpin adalah motivasi. Makepeople happy, bakar semangat mereka biar bekerja bagai kuda. Ini yang menjelaskan mengapa kedisplinan dan kinerja bisa diterapkan di kalangan militer. Figur kepemimpinan harus cukup kuat. Penekanan adalah loyalitas dan motivasi. Para prajurit sering disampaikan kata-kata penuh semangat tentang tanggung jawab membela negara dan ibu pertiwi. Kata-kata tersebut kadang dianggap basa basi dalam sambutan di perusahaan.

Tapi di kalangan birokrat kata-kata "muluk" tersebut kadang menjadi penting. Sentuh hatinya, karena dengan uang dan apapun tidak akan menjadi motivasi, karena mereka sudah terbiasa menikmati penghasilan yang aman selama bertahun-tahun. Tapi ketika bertatap muka berbicaralah dari  hati ke hati. Bahwa Anda mengerti hati mereka bahwa kehidupan sekarang sulit sehingga wajarlah jika bla bla bla. 

Jadilah negosiator dan perayu yang handal. Kadang kita memahami semua orang punya kepentingan. Bahkan seorang karyawan yang paling berani mengatakan "kita harus tegakkan aturan" juga punya kepentingan. Seorang leader di pemerintahan tidak bisa mengatakan bahwa bupati yang masih suka cari-cari proyek itu hal nggak masuk akal.

Pegawai yang cari sampingan adalah hal bodoh. Terimalah itu sebagai sebuah kenyataan. Tapi buatlah daya tarik memanfaatkan kepentingan mereka, lalu dorong agar mereka bergerak sesuai keinginan Anda. Jadilah bak pemimpin organisasi radikal yang bisa menggerakkan orang militan tanpa gaji dan tunjangan kinerja. Apa yang mereka permainkan adalah "kebutuhan terdalam", atau dalam bahasa birokratnya "kepentingan".

Itu sebabnya seorang leader di pemerintahan bukan saja seorang pemimpin yang kuat tapi juga harus seorang ahli strategi dan pakar watak manusia. Karena ia harus memimpin orang-orang yang tidak serta merta terikat dengan otoritasnya.

Ia harus menjadi penggoda yang ahli. Ia harus bisa menggoda pejabat dibawahnya, stafnya, para instansi terkait, bupati, walikota bahkan DPR. Bukan menggoda dengan hal-hal yang negatif namun menggoda dengan kepentingan. Ibarat seorang wanita yang menyingkapkan sedikit roknya untuk mendorong seorang bos mendatangani kontrak. Toh ia tidak harus tidur dengan sang prospek. Just memberikan sedikit harapan yang menggairahkan.

Sebuah bahasa metafora yang pas adalah membuat tikus berlari dengan menampilkan makanan di depan matanya sehingga ia bergerak. Padahal tiang pengikat makanan menempel ke tubuh sang tikus itu sendiri. Sehingga secepat apapun ia berlaku umpan tidak akan pernah bisa dijangkau.

Maka tidak heran Niccol di Bernardo dei Machiavelli, pemikir abad ke 15 harus menulis buku The Prince yang menjelaskan cara-cara para pemimpin mempertahankan kekuasaannya dengan mengindahkan moralitas. Karena politik maupun pemerintahan adalah kumpulan dari kepentingan (sum of interest). Ia menyarankan seni siasat, tipu daya, jika perlu habisi orang-orang yang tidak sependapat dengan Anda dengan cara yang kejam. 

Namun saya percaya ada banyak orang di Indonesia yang mampu menjadi pemimpin yang hebat, dengan taktik cerdas layaknya Kasparov, bisa memainkan kepentingan, layaknya seorang gadis perayu yang menyingkapkan roknya. Tanpa harus menjadi seorang penjahat atau anti moral. Buktinya ada banyak pemimpin yang sukses menggerakan aparatur dibawahnya dengan senyuman, dengan cara-cara yang santun namun ia adalah sang sutradara. Tapi tidak ada yang menyadari. Semua orang happy, ia dicap pemimpin yang baik dan tujuannya tercapai.

Pemimpin di birokrat tidak mesti lagi harus terlihat gagah, tegas, keras dan terlalu serius. Namun mereka harus cukup  cerdas untuk bisa membuat sekawanan  tikus tetap bisa berlari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun