Mohon tunggu...
Agustinus Sipayung
Agustinus Sipayung Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang konsultan di bidang pertanian

Blog ini saya khususnya untuk menceritakan orang-orang yang sangat menginspirasi saya oleh karena perannya terhadap masyarakat dan kemajuan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu Siska Anda Menginspirasi (Refleksi Pengorbanan Seorang Ibu)

24 Desember 2016   15:51 Diperbarui: 24 Desember 2016   15:55 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu kali saya berbincang-bincang dengan seorang Ibu yang telah memiliki 2 anak. Ia seorang orang tua tunggal. Ia menceritakan bagaimana ia bekerja siang dan malam, memeras keringat dan batinnya dengan suatu tujuan, menjadi seorang Ibu. Ia menceritakan bahwa ia hidup dalam keterbatasan pilihan. Ia hanya mengerjakan sesuatu yang membuatnya bisa menghidupi anak-anaknya dan dirinya, hari ini dan esok. Ia bahkan tidak sempat memikirkan masa depan. Ia tidak memiliki mimpi.

Ibu Siska adalah menjadi bagian dari ribuan Ibu yng bekerja membanting tulang dengan sebuah kesadaran palsu bahwa kesempatan itu telah sirna. Kesalahan di masa lalu seolah menghukum hidupnya bahwa ia tidak punya pilihan apapun untuk bertahan hidup. Ia hanya perlu terus melakukan pengorbanan.

Ribuan Ibu di sana juga berpikir bahwa ada berbagai keterbatasan yang membuatnya hanya layak menjadi alas kaki dari orang-orang yang berkuasa. Wajah ibu Siska adalah cerminan sebuah kehidupan yang keras. Sebuah masa lalu yang menoreh dalam di batinnya. Senyumannya menebarkan aroma kegetiran hidup. Ia menatap masa depan saat masa depan itu tidak ada. Ia berpikir terlalu banyak untuk hal yang akan terjadi.

Namun sebagai seorang yang selalu percaya bahwa dalam setiap diri manusia terdapat keunikan yang dititipkan Tuhan padanya, saya menyadari bahwa Ibu  Siska memiliki kesempatan untuk memperoleh hidup yang lebih baik. Hanya saja ia telah terasuki pemikiran bahwa tidak ada kesempatan dan kesuksesan bagi seorang yang tidak memiliki gelar sarjana dan dari seorang wanita yang memulai hidup dengan tidak benar. Ya, kita hidup dalam kungkungan ideologi yang keliru tersebut.

Faktanya, saya melihat bagaimana Ibu Siska memilik suara yang berat yang mengingatkanku akan suara seorang penyiar Metrotv. Ia hanya membutuh ketekunan untuk mengasah kemampuannya. Ia memiliki karakter yang matang dan penuh empati. Meskipun ia terkesan tertutup dan dingin, ia adalah pribadi yang perasa. Kemampuan berempati adalah salah satu modalitas untuk sukses. Bukankan saat ini ada banyak pekerjaan yang membutuhkan orang yang siap mendengar dan berempati. Bahkan saya percaya sikap diam, dan instropert mengambarkan dirinya yang selalu merenung dan menganalisa yang mengindikasikan sebuah kecerdasan bahkan kejeniusan yang tersembunyi yang belum terolah.

Dan banyak hal yang mungkin tidak aku ketahui tentang dirinya. Setidaknya pengalaman hidup yang penuh warna juga akan menorehkan pengetahuan dan keahlian hidup yang dapat menjadi batu loncatannya untuk sukses.

Hanya, meskipun begitu banyak aura optimism yang sering saya tularkan padanya dan sebagaimana saya selalu yakin kepada potensi dalam pribadi setiap orang, bahwa ia berhak dan layak menjadi luar biasa. Namun ia tidak berpikir demikian, bahkan cenderung menganggapku tengah menyampaikan gombal di siang hari

Ketika kita percaya Tuhan, maka harapan itu ada. Sayangnya ribuan Ibu disana membunuh Tuhan dan meletakkan diri mereka pada pusaran kehidupan yang begitu kejam.

Ketika Tuhan ada maka kita sadar bahwa kelak kita akan mati. Namun saat yang bersamaan maka kita diberikan memiliki kemampuan mengisi waktu dengan hal-hal yang luar biasa seolah kita tidak akan mati besok.

Di balik segala kekurangannya di mata saya Ibu Siska tetap sosok pribadi yang menginspirasi. Ia adalah Ibu. Tepatnya Ibu yang bekorban. Ia bersedia mengorbankan batinnya, setiap sudut sendi, kulit bahkan nafasnya hanya untuk satu alasan. Kedua anaknya. Sehingga bagi saya Anda mengajarkan saya akan esensi pengorbanan yang sejati dan kasih seorang Ibu.

Saya percaya suatu saat nanti saya akan melihat Ibu Siska dengan sebuah penampilan baru. Ia mengenakan pakaian yang elegan, terhormat. Ia memotong rambutnya yang sebelumnya ia biarkan tergerai panjang. Ia lalu berteriak dari balik mobil mewahnya dan berkata. “Pak…tunggu saya”.

Lalu saya berhenti dan meliriknya. Ia keluar dari mobilnya dan menghampiri saya dengan wajah berseri-seri.

“Ternyata apa yang Bapak katakan benar. Bahwa saya berhak untuk sukses dan menikmati hidup yang lebih baik”, demikian katanya.  

Ya selama ia percaya Tuhan itu ada dan akan selalu ada harapan dan ia percaya akan dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun