Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Wariskan Negara Lemah, Bangkitnya Spirit Fidel Castro dan Nasib Presiden Indonesia Seperti Batista

30 November 2020   22:18 Diperbarui: 30 November 2020   22:24 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya punya pandangan jika kaum radikal tidak bisa diberantas pada periode kedua Presiden Joko Widodo, maka kaum radikal itu tidak akan pernah diberantas di masa pemerintahan Presiden selanjutnya. Kesimpulannya kaum radikal itu akan menang dan menguasai Indonesia.

Negara tampaknya harus lebih banyak mengorek sejarah dan tidak meremehkannya. Saya ambil satu contoh sejarah yaitu hancurnya pemerintahan Presiden Kuba, Fulgencio Batista di tangan Fidel Castro.

Pemerintah Batista saat itu sudah mengetahui rencana revolusi dari Fidel Castro.Serangan pertama Fidel Castro ke Barak Moncada pada 1953 mengalami kegagalan. Setelah dipenjara selama setahun, Castro pergi ke Meksiko, dan di situ ia membentuk sebuah kelompok revolusioner yang disebut Gerakan 26 Juli bersama dengan adiknya, Ral Castro, dan juga Che Guevara. Sekembalinya di Kuba, Castro memimpin perang gerilya melawan pasukan Batista di Pegunungan Sierra Maestra dan akhirnya presiden Batista jatuh.

Kesalahan Batista adalah terlalu meremehkan Fidel Castro. Bahkan dalam pemberontakan pertama Fidel Castro yang gagal, Batista hanya memenjarakan Fidel Castro selama 1 tahun lalu membiarkannya bebas membentuk sebuah koloni.

Jujur saya melihat pola yang sama dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi. Hal ini saya utarakan karena saya pribadi takut kalau-kalau negara ini jatuh di tangan kaum radikal. Banyak orang saat ini tidak peduli dan menganggap remeh isu ini.

Kalau yang menganggap remeh adalah pemilik modal dan orang-orang kaya itu wajar. Mereka punya banyak asset dan simpanan di luar negeri, maka saat negara ini tidak lagi kondusif mereka tinggal pindah ke luar negeri. Seperti yang mereka lakukan di tahun 1998.

Tapi untuk masyarakat umum yang tidak kaya dan kelas menengah ke bawah. Seperti yang dikatakan Habib Luthfi," jika anda kehilangan emas Anda bisa beli di toko emas. Jika anda kehilangan kekasih, tahun depan anda bisa mendapatkannya kembali. Tapi jika anda kehilangan tanah air ke mana hendak akan mencari?"

Maka penilaian pribadi saya secara umum pemerintah Jokowi di era keduanya termasuk lemah dalam menghadapi kaum radikal. Katakanlah mereka tidak berjaya di periode kedua pemerintahan Jokowi, tapi tinggal soal waktu mereka akan berjaya di era Presiden selanjutnya. Apalagi Presiden selanjutnya bersikap politis dan Pro radikalisme demi melanggengkan kekuasaan.

Ingatlah Bagaimana Fidel Castro memulai pemberontakan dari 8 orang. Maka Jangan meremehkan pemberontakan terhadap dasar negara.Segala pertentangan kepada pemerintah dapat ditolerir selama itu bukan tuntutan untuk merubah konstitusi.

Dalam hal ini Pemerintah Jokowi terlalu longgar dan lembek, aparat dan instrumen keamanan negara seperti diinjak-injak dan tak berdaya.Masalahnya saat instrumen negara tidak bisa menjalankan fungsinya, rakyat akan mengambil alih fungsi tersebut yang malah menyebabkan konflik horizontal meledak.

Maka salah satu yang menyebabkan negara rusak adalah, setiap pihak tidak bisa menjalankan perannya dengan baik. Apalagi kalau setiap pihak mengambil yang bukan perannya. Negara itu kan ibarat keluarga, saat Ayah mengambil peran ibu dan ibu malah mengambil peran kepala keluarga, maka keluarga itu menjadi tidak ideal. Karena setiap pribadi tidak mengambil perannya masing-masing.

Demikian juga dengan negara, kalau polisi, tentara, menteri hingga presiden tidak menjalankan perannya dengan baik maka negara menjadi tidak ideal dan tidak berwibawa. Maka gambar diri negara akan rusak. Dengan begitu pihak-pihak lain dengan mudah mengancam kedaulatan serta keharmonisan negara.

Saya ingat ucapan Ahok,"Saat ada orang-orang yang berusaha merusak negara di situlah negara mengangkat senjata." Penilaian saya pribadi saat ini negara terlalu lemah dan lambat. Belajarlah dari sejarah, bahwa ancaman dari luar tidak seberapa beratnya dibandingkan ancaman dari dalam Negeri sendiri.

Bukankah lebih lebih baik mencegah daripada mengobati. Suatu hari Jika radikalisme berkuasa jangan pikir semua kemegahan infrastruktur yang sudah dibangun dapat tetap berdiri dengan kokoh. Suriah dan negara-negara di Timur Tengah sudah menjadi contoh. Saat radikalisme berkuasa tak satupun bangunan dapat berdiri megah sebagai simbol bahwa negara ini pernah mencapai titik maju.

Jangan sampai semua yang telah dibangun Pak Jokowi sirna tak berbekas. Maka Sudah saatnya negara bertindak sesuai hukum yang berlaku di negara ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun