Oposisi juga untung, seperti PKS contohnya, suara dari pengkritik pemerintah pasti masuk ke mereka. Sementara Demokrat ambigu. Kadang suaranya mendukung pemerintah, kadang mengkritik pemerintah. Partai Demokrat kan bukan LSM yang harus objektif.
Kalau Sikap mereka tidak jelas, lalu mereka mewakili siapa? Penunjukan Agus Harimurti Yudhoyono juga terkesan terlalu cepat. Karena Agus Harimurti Yudhoyono tampak belum matang, sementara seorang pemimpin harus ekstrem menentukan sikapnya Agar pendukungnya militan.
Partai Demokrat boleh saja bersikap moderat, tapi mereka harus memilih ada di pihak oposisi atau ada di dalam koalisi. Sebenarnya kemenangan PDIP dalam dua periode terakhir, sebagian disebabkan faktor keberuntungan.
Selama dua periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono PDIP memutuskan tidak berada di dalam pemerintahan, nyaris tidak ada tokoh yang bisa maju dalam konstelasi nasional saat itu. Megawati sudah tidak laku apalagi Puan Maharani.
Beruntung sebelum pemilihan presiden, ada pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Siapa sangka itu menjadi sebuah keberuntungan karena ternyata gaya kampanye Jokowi merangsang keinginan publik untuk menjadikannya presiden.
Kalau sekarang Megawati mengaku bahwa memang Jokowi disiapkan untuk jadi presiden, percayalah semua yang terjadi tidak seterencana itu. Tanpa Jokowi PDIP sekarang tidak akan berkuasa.
Masalahnya Partai Demokrat sampai hari ini tidak memiliki keberuntungan itu sama sekali. Kesimpulannya, Partai Demokrat memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H