Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Dosa Terselubung" Pendukung Jokowi dalam Kasus Novel Baswedan

16 Juni 2020   20:04 Diperbarui: 16 Juni 2020   20:07 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mau tak mau akhirnya saya menuliskan artikel ini. Berbicara mengenai Jokowi, rasa-rasanya saya lebih gemes sama pendukungnya Jokowi dibandingkan kepada Presiden Jokowi sendiri. Apalagi belakangan ini, ramai tentang tuntutan jaksa yang hanya satu tahun terhadap pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan. Satu tahun coy. Pencuri barang remeh temeh saja kadang bisa dipenjara lebih dari satu tahun.

Apa yang bikin saya gemes dengan pendukung Jokowi? Ya perilaku mereka yang kayak bocah. Tidak semua pendukung Jokowi ya, saya juga masih menemukan pendukung Jokowi yang rasional seperti saya. Bahkan seorang Denny Siregar yang kebijaksanaan politiknya dikagumi para "cebong" dan dibenci para "kampret" tampak tak punya wibawa dalam statusnya tentang kasus ini.

Misalnya, Denny Siregar berkata bahwa dia sendiri juga tidak setuju dengan tuntutan jaksa yang hanya satu tahun. Tapi, bukannya mengeluarkan sebuah protes atas premisnya yang tidak menyetujui tuntutan jaksa, dia malah mempertanyakan keadilan yang dituntut oleh Novel Baswedan dengan menyinggung kasus sarang walet yang pernah menimpa Novel pada tahun 2004, di Bengkulu.

Buat yang tidak tahu, Kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet terjadi pada 2004 silam. Saat itu, Novel yang menjabat Kasatreskrim Polres Bengkulu memimpin anak buahnya untuk menangkap kelompok pencuri sarang walet. Dalam proses penangkapan itu, dikatakan sempat terjadi aksi penembakan. Novel pun menjalani pemeriksaan etik di Polres dan Polda Bengkulu. Ia lalu dikenai sanksi teguran, namun tetap menjabat sebagai Kasatreskrim. 

Sejatinya kasus tersebut sudah diberhentikan Kejaksaan Agung, namun sempat muncul lagi dengan dikabulkannya Praperadilan para korban. Hakim kemudian memerintahkan Kejaksaan Negeri Bengkulu melimpahkan berkas perkara kasus Novel ke PN Bengkulu untuk disidangkan. Namun sampai sekarang belum terdengar lagi kelanjutannya.

Kasus sarang burung walet sendiri diungkit karena Novel Baswedan menangani kasus korupsi proyek simulator untuk Surat Izin Mengemudi (SIM) yang menyeret mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo. Jadi saya melihat ada ketidaksukaan dari lembaga kepolisian terhadap sepak terjang Novel Baswedan di KPK. Maka sampai muncul istilah Cicak vs Buaya untuk menggambarkan kegaduhan antara KPK dan Polri.

Novel Baswedan sendiri mempunyai peran vital dalam membongkar kasus korupsi di tanah air. Seperti Kasus e-KTP, Kasus Akil Mochtar, Kasus Nurhadi Abdurachman, Kasus Bupati Buol, hingga kasus Wisma Atlet. Itu kenapa ada orang yang ingin menyingkirkannya. Karena tidak bisa menyingkirkannya maka KPK pun diperlemah dengan berbagai aturan yang sama sekali tidak punya semangat memberantas korupsi.

Seperti Denny Siregar, ada begitu banyak pendukung Jokowi yang lupa betapa jahatnya korupsi itu. Saya jadi ingat kisah Yesus di Alkitab. Saat Yesus dibawa ke hadapan Pontius Pilatus untuk diadili, Pontius Pilatus memberi penawaran, sesuai perayaan tradisi agama yahudi pada masa itu, Pontius Pilatus akan membebaskan satu tahanan. Pontius Pilatus yang tahu bahwa Yesus tidak bersalah berkata pada orang Yahudi yang jumlahnya banyak itu, "Siapakah yang kamu ingin untuk aku bebaskan? Yesus orang Nazaret atau Yesus Barabas yang adalah seorang pemberontak nasionalis."

Karena sudah dibutakan oleh fanatisme, orang Yahudi yang banyak itu memilih untuk membebaskan Yesus Barabas yang adalah seorang pembunuh. Mereka memilih seorang pembunuh dibandingkan Yesus sang penyembuh yang sudah menyatakan banyak mujizat di tengah-tengah mereka. Inilah yang saya lihat sekarang ini. Jokowi tidak boleh salah, bahkan kalaupun salah, akan dibela habis-habisan dengan mencarikan dalil pembelaannya.

Come on guys.. Kalau bukan Presiden yang punya semangat pemberantasan korupsi, kalau bukan Presiden yang memimpin hukum agar tajam seperti pedang, lalu siapa lagi? 

Mirip seperti orang yahudi yang saya ceritakan di atas, tampaknya pendukung Jokowi akan lebih memilih koruptor dan orang yang berusaha menghalangi pemberantasan korupsi dibandingkan orang yang memberantas korupsi, hanya karena orang yang memberantas korupsi ini menyenggol sang penguasa.

Banyak saya lihat pendukung fanatik Jokowi mengkritik video yang dibuat oleh Novel Baswedan. Saya heran, kalau bukan pada Presiden pada siapa lagi penegak hukum yang diperlakukan tidak adil secara hukum mengadu? Saya ambil contoh, di bawah kepemimpinan Xi Jinping China telah menghukum 1,3 juta koruptor di negaranya. Itu kenapa China maju begitu pesat.

Apakah Xi Jinping jaksa atau hakim? Bukan, dia itu presiden sama seperti pak Jokowi. Tapi  Xi Jinping menghembuskan spirit pemberantasan korupsi, sehingga hukum menjadi alat yang kuat untuk membuat para pencuri bertekuk lutut. Inilah yang berusaha kita dorong, agar pak Jokowi tidak terlena, maka perlu kita ingatkan.Kalau pendukungnya hanya memuji-muji terus, sungguh kalian sudah terbawa arus para penjilat yang memang dibayar untuk itu.

Mungkin pak Jokowi baik, tapi dia dikelilingi oleh orang-orang yang kita tidak tahu apa motivasinya dalam kekuasaan yang diembannya. Oleh karena itu perlu diingatkan terus, perlu kita dukung pak Jokowi dalam semangat yang benar. Jadi jangan lagi ajukan pertanyaan konyol, "Memang pak Jokowi jaksa?" Kalau dia jaksa, Novel Baswedan tidak akan mencatut namanya. Bukan tanpa alasan Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

Itu agar sebuah negara memiliki visi misi hukum yang sama dengan pemimpinnya, dalam hal ini presiden. Apalagi Indonesia ini negara hukum. 

Kita bukan mau menyalahkan Jokowi, kita mau ingatkan. Agar suara ketidakadilan itu sampai pada telinganya. Jadi mari tetap santun dalam mengkritik, sebab pujian yang salah juga adalah kesia-siaan yang merugikan.

Penikmat yang bukan pakar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun