Semua orang bilang bahwa hidup itu seperti sebuah buku.Setiap hari diibaratkan halaman dalam sebuah buku.Jika kita masih muda hidup kita berarti masih ada di halaman awal, tapi jika sudah tua hidup kita berarti sudah ada pada lembaran akhir.
Seseorang penulis novel asal Selandia Baru, Brian Falkner, berkata,"Life is like a book. There are good chapters, and there are bad chapters. But when you get to a bad chapter, you don't stop reading the book! If you do...then you never get to find out what happens next!"
Ibarat sebuh novel, ada bagian yang datar, ada bagian yang buruk, ada klimaks dari sebuah permasalahan, dan ada juga penyelesaian konflik dibagian akhir sebagai penutup cerita.Hidup juga sering diilustrasikan dengan buku yang masih polos.Itu sebab ada istilah "lembaran baru.
"Biasanya dipakai untuk seseorang yang ingin memulai sesuatu yang sama sekali berbeda dalam hidupnya.Misalnya seorang pecandu narkoba yang ingin berubah, maka hari esok adalah sebuah lembaran baru baginya.
Hidup juga seumpama buku yang masih kosong, dengan apa kita akan mengisinya.Apa yang akan tertulis disana? Semua tergantung bagaimana kita menggerakkan hidup kita.Semua kalimat tersebut bukanlah kebijaksanaan saya.Tapi memang itulah yang semua orang katakan saat mengumpamakan hidup dengan sebuah buku.
Ada yang dulu menganggap jadi kritis itu penting, kini mulai bisa berkompromi dengan pendapat orang lain.Demikian juga saat saya mengamati tokoh-tokoh yang saya kagumi, saya melihat bagaimana perspektif mereka dari waktu ke waktu berubah atau bertambah.
Seperti yang dikatakan Pandji Pragiwaksono, dulu dia berpikir orang yang jahat atau berbeda pandangan dengannya harus dijauhi.Namun seiring berjalannya waktu dia mulai merubah pikirannya.
Dia berkata,"Bahkan kita merdeka pun bukan karena orang baik menang melawan orang jahat.Tapi karena kita bersedia duduk dan berdialog dengan orang yang selama ini kita anggap jahat.jangan bikin tembok baik dan jahat, justru harusnya kita membangun jembatan diantara keduanya."
Saya pribadi pun mengalami banyak perubahan secara pikiran.Contoh, dulu saya berpikir bahwa menjadi sarjana itu adalah segala-galanya.Namun sekarang saya pikir seseorang tidak harus jadi sarjana asal dia punya skill untuk bersaing di dunia kerja.Bisa jadi pikiran kita pada waktu itu salah, tapi bisa jadi benar hanya saja tidak lengkap.
Dari cerita saya tersebut, maka hidup itu pun seperti buku yang direvisi.Kalau kita membeli sebuah buku, novel atau biografi misalnya, tak jarang dalam cetakan kedua, ketiga dan seterusnya ada edisi yang direvisi.