Belakangan ini saya seperti tidak bisa menulis apapun, ya apapun, anything, anybody, huekss jangan sok inggris deh lu Bor! Ehm Saya coba mengabaikan dinding tebal yang menghambat saya dalam menulis.Akibatnya ya saya tak menulis apapun selama bulan juni.
Sebulan tak menulis apapun? Hah? Yang benar saja.Sebagai nominator Kompasiana kategori best specific interest tahun 2017 harusnya saya malu.Maka layaklah Kompasiana mencabut gelar saya itu.Memangnya lu menang Bor? Enggak sih hahaha.
Cabut aja tuh gelar mereka yang sudah menang tapi langsung hilang dan gak pernah nulis lagi di Kompasiana…hahaha.Karena terlalu lama tak menulis, maka saya mulai merasakan gejolak di tubuh saya.Saya merasakan ada sebuah kekuatan berkecamuk dalam diri saya.
Mata minus saya sembuh, tangan saya tetiba berotot, dan ketika saya melihat cermin, bola mata saya menjadi biru…Apakah ini efek digigit laba-laba tadi siang saat saya tengah memotret Merijen? Stop! Maaf guys kalau garing.Saya juga merasa bagian ini tidak lucu.Tapi saya terlanjur malas menghapusnya.
Singkat cerita, saya akhirnya memutuskan untuk mengidentifikasi apa gerangan yang membuat saya mengalami kebuntuan dalam menulis.
1.Kelelahan karena pekerjaan lain
Jujur saya lagi banyak kerjaan di kantor.Bukan kerjaannya yang buanyak tapi target saya yang belum hijau, maksudnya saya belum achieve target.Yah begitulah hidup seorang marketing.Tidak ada hari tanpa memikirkan target.Target bukan hanya soal angka untuk dicapai, lebih dari itu, mencapai target artinya kita bekerja, tidak mencapai target artinya kita tidak kerja, makan gaji buta, menjadi beban tim, bahkan layak untuk diberhentikan segera.
Luar biasa beban ini mempengaruhi saya, bahkan saat menulis artikel ini, saya sedang sakit kepala.Jadi sekalian sajalah ya saya curhat.Sapardji Djoko Damono berpesan agar kita tak membuat puisi saat tengah emosional, dalam bahasa lain kini saya mengerti, jangan menulis saat kepalamu lagi pusing, karena kamu memang tak akan selesai menulis apapun.
Agak ngawur sih, tapi begitulah menurut saya.Tulisan harus dilahirkan dari pikiran yang jernih dan tenang.Bahkan harus diketik dengan tubuh yang bugar dan segar agar hasilnya maksimal.Dalam keadaan kelelahan tersebut, sering saya memaksakan diri menghadap layar monitor, jari jemari saya sudah siap di atas keyboard, tapi ujungnya saya hanya kembali mematikan komputer, atau bermain catur melawan komputer.
Kesimpulan saya, kita tak akan pernah bisa menulis dalam keadaan lelah.Maka rehatlah sejenak.Tujuan rehat disini adalah untuk memulihkan diri dengan tekad bisa lebih produktif ke depannya.Inilah yang saya lakukan belakangan ini.Rehat disini bisa diisi dengan membaca buku atau melakukan hobi lain.
Seperti jalan-jalan, menonton, dan menghabiskan banyak waktu dengan orang lain.Semoga setelah beristirahat dan pulih, bisa segera melahirkan tulisan yang berkualitas dan berkuantitas.
2.Banyak pikiran
Mungkin ini agak mirip dengan faktor yang pertama.Tapi bener deh, faktor yang satu ini menghambat banget kalau sampai menimpa kita.Saya pernah berhenti menulis karena masalah asmara hingga masalah negara (yang terakhir boong).
Bisa saja dipaksakan, tapi suer, rasanya nek banget.Saya tak bisa menikmati setiap huruf yang saya tulis.Jika biasanya orang menulis untuk meneduhkan isi kepala sembari merefleksikan diri dalam kata-kata, saat banyak pikiran menulis adalah sebuah penderitaan.
Dulu tulisan saya rata-rata ada di 1500 kata kurang lebih, tapi saat belakangan memasuki tahap kelelahan dan banyak pikiran, 500 kata saja rasanya sudah nyerah.
Biasanya saya menulis harus sampai terperas semua ide yang ingin saya sampaikan, tapi saat dua gejala tersebut mengidap dalam diri saya, untuk mencapai 500 kata saja saya harus paksa diri saya.Tapi yang paling kerasa ya itu tadi, saya tak bisa menikmati proses menulisnya.
Bahkan kalau saya perhatikan, berbeda sekali tulisan yang saya buat dalam keadaan segar dan perkasa (ih) jika dibandingkan dengan tulisan yang saya buat saat suntuk serta mengidap lelah di jiwa (yuhu bahasamu cuy) Tulisan yang saya buat dalam keadaan tidak baik saya perhatikan garing, dan saya sendiri malas untuk membacanya.
Maka solusi yang saya lakukan adalah menyelesaikan dulu apa-apa yang menyebabkan diri jadi banyak pikiran.Contohnya pekerjaan, saya coba catat dan pisahkan masalah di kantor agar tak di bawa ke rumah.
Maka saya putuskan di kantor saya juga harus fokus sama kerjaan, di rumah saya fokus membuat tulisan.Dengan begitu maka dua kegiatan ini tidak saling mengganggu satu sama lain.Silahkan dicoba ya..
3.Memaksakan Diri Menulis Topik yang Bukan Minatnya
Inilah yang belakangan sempat saya lakukan.Saya mengotori halaman beranda saya di Kompasiana dengan menulis politik haha.Habis topik di luar politik sempat sepi pembacanya, sekarang juga mungkin gitu.Jujur menulis politik tak ada proud nya buat saya.
Karena kalau saya nulis politik memang jatuh-jatuhnya terkesan sok tahu.
Ibaratnya skripsi, saya ini tak punya data primer.Semua hanya berasal dari pemberitaan media yang saya olah dengan tambahan analisa dangkal yang saya punya.
Tapi ya di satu sisi bolehlah dianggap sebagai challenge untuk diri sendiri.Maka agar hal ini tak menjadi bumerang yang membuat saya buntu dalam menulis, maka perlu sesekali dikombinasikan.Antara tulisan yang dilahirkan dari kesukaan dan hati dengan tulisan yang memang jadi selera kebanyakan pembaca.
4.Membuat Target Yang Sulit Dipenuhi
Inilah yang membuat saya sekalian saja tak memposting satu tulisanpun di bulan juni.Target saya yang menghasilkan 30 tulisan selama satu bulan terlanjur gagal di awal.Di awal bulan saya benar-benar punya kerjaan yang tak bisa ditinggalkan.Ditambah dengan tiga faktor di atas, makinlah saya tak bisa menulis hampir setengah bulan lamanya.Maka saat saya sudah punya energi untuk menulis di pertengahan bulan, niat menulis itu saya urungkan karena rasanya sudah sulit bagi saya mengejar ketertinggalan.Maka solusinya adalah, saya akan coba menulis satu artikel satu hari, agar tak setres dan terlalu jadi beban.Berhubung saat ini saya belum menjadi penulis penuh.
Kalau penulis penuh sih enak.Tinggal cari kafe yang ada wifi gratisnya, nulis saja seharian.Mungkin jadi tuh sepuluh artikel sehari.Maka perlu juga membuat target tulisan yang sesuai dengan kemampuan serta situasi kita saat ini.
Sebenarnya masih banyak yang menciptakan hambatan menulis dalam diri seseorang.Tapi untuk saya pribadi empat faktor inilah yang paling terasa sekarang ini.Bukan tak mungkin juga beberapa pembaca mengalami hal yang sama seperti saya.
Maka saran saya sebaiknya istirahat dulu.Menulis tak ubahnya kegiatan lainnya.Bahkan menulis itu seperti nge-gym, kalau hari ini kita mengangkat beban untuk membentuk otot dada, maka besok kita perlu istirahat agar tubuh yang dilatih terbentuk.Kalau setiap hari dilatih, otot dadanya bukan terbentuk tapi malah rusak karena terus dipaksakan mengangkat beban.
Yah..biar kurus kerempeng gini, sedikit-dikit saya ngertilah tentang dunia yang sudah lama digeluti si Ade Ray ini.Demikian…Cemiwww..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H