Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cara Agar Kamu Lulus Sidang Skripsi

16 September 2017   17:30 Diperbarui: 17 September 2017   20:04 22948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:Provoke Online

Tulisan ini sekedar intermezzo aja ya....

Awalnya saya ragu buat nulisin pengalaman sidang skripsi ini, soalnya saya termasuk golongan yang gagal (eh amit-amit). Relevan nggak ya, tapi setelah dipikir-pikir, di Kompasiana ini juga ada penulisnya yang mahasiswa. Jadi saya tulis sajalah ya, sekedar berbagi pengalaman.

Seperti yang kita semua tahu hai mahasiswa tingkat akhir, setelah sekian bulan menjelma jadi peneliti dadakan, diujungnya kita bakal menghadapi yang namanya sidang. Sidang sendiri memiliki pengertian ujian lisan atas skripsi yang sudah kita buat.

Sebagai mahasiswa tanpa prestasi dan mampu menyelesaikan skripsi namun sampai saat ini tak memahami metode penelitian yang digunakan, saya mau cerita hal-hal apa saja yang harus kita perhatikan pada detik-detik terakhir akan dan saat sidang.

(Baca Juga: Menggerakkan Dunia Lain Agar Skripsi Kamu Beres!)

Menurut saya nasehat dosen pembimbing yang membantai draft skripsi kita itu tujuannya baik loh. Sebab pilihannya begini, mau capek pas ngerjain skripsi atau dibantai habis pas sidang. Antara mahasiswa yang mengerjakan skripsi dengan baik, rapih dan asal-asalan, asal rajin bimbingan peluang untuk didaftarkan sidangnya menurut saya sama. Bahkan kalaupun kamu malas bimbingan saya yakin akan didaftarkan sidang asal bisa mengumpulkan draft skripsi sesuai dengan waktunya.

Saya juga senang, pas akhirnya didaftarin sidang, padahal saya merasa skripsi saya jauh dari kata layak. Sejenak merasa aman. Eh taunya pas sidang dibantai habis, revisinya sudah kayak nulis ulang dari awal lagi.

Itu kenapa saya bilang lebih baik capek di awal dari pada setelah selesai sidang. Teman saya yang ngerjain skripsinya dengan baik nih, saat selesai sidang yang direvisinya cuman sistematika penulisan daftar pustaka. Bayangin cuman daftar pustaka doang!

Sementara kita yang ngerjain skripsi asal-asalan, setelah beres sidang bukannya plong dan bebas, tapi malah harus ngerevisi lagi. Sekalipun nguasain materi, kalau konten skripsinya hancur, percaya sama saya pasti bakal banyak revisi bahkan berpotensi nggak lulus sidang.

Teman saya ada yang begitu. Konten skripsinya nggak ada jadi ya harus revisi besar-besaran. Karena begini ya, penguji kita itu sudah Doktor, nggak tahu udah S berapa, sementara kita masih S cendol, terus mereka yang kemampuannya jauh di atas kita itu akan menguji kita. Mampuslah kalau konten skripsinya asal-asalan.

Jadi pertama-tama fokus pada konten skripsi.

Lagian menurut saya ada "konspirasi" antara dosen pembimbing dan penguji. Misalnya nih, kamu jarang bimbingan, tiba-tiba skripsi sudah beres, karena kamu ngumpulinnya mendadak, si dosen pembimbing nggak sempat atau sudah malas baca. Nggak mungkin kamu bisa lolos begitu saja saat sidang.

Saya yakin dosen penguji dan pembimbing itu sudah berkordinasi, setidaknya untuk menandai kamu sebagai target mahasiswa yang harus revisi besar-besaran.

Oke sekarang mari masuk ke ruang sidang....

Nah kalau di ruang sidang menurut saya selain sikap harus sopan dan menguasai materi tak ada lagi trik jitu mutlak biar bisa lulus sidang.

Tapi mari kita fokus pada penguasaan materi dulu.

Skripsi kan tebal tuh, nggak mungkin kita bisa hafal semua, apalagi kalau banyak bagian skripsi yang kamu copas  dari internet tanpa dibaca. Tapi ada beberapa bagian yang memang kamu harus kuasain betul.

Kamu harus punya alasan yang kuat kenapa mengambil penelitian A atau B. Alasan kamu neliti topik dan objek itu apa sih?

Lalu pastikan pertanyaan penelitian kamu nyambung sama judul skripsi dan arah penelitian kamu. Kalau terlalu melebar apalagi nggak nyambung, bisa gawat. Kamu bisa nggak lulus sidang. Jadi selain nyambung, pastikan kamu punya alasan untuk setiap bagiannya. Seperti kenapa neliti ini, kenapa pertanyaannya ini dan lain-lain.

Setelah itu kuasain metode penelitian yang kamu gunakan. Misal studi kasus, fenomenologi, dan lain sebagainya. Untuk bagian ini kalau kamu ngasal pasti ketahuan.

Nah kembali, memang ada juga faktor keberuntungan. Kalau kebetulan kamu ketemu dosen penguji yang santai dan nggak kritis pasti aman. Tapi kalau dosen penguji kamu kritis, tamatlah kamu kalau nggak paham sama metode penelitian kamu.

Pahami saja garis besar dan ciri-ciri metode penelitian itu, cocok nggak dengan kasusmu. Kalau kamu ngasal dan ternyata nggak cocok pasti bakal banyak revisi tuh.

Contohnya, saya neliti tentang logo perusahaan tapi pakai studi kasus, dan hasil penelitiannya ternyata sangat sederhana dan tak layak disebut menggunakan studi kasus, tapi lebih cocok disebut pakai semiotika.

Jadi ukur kemampuan saja, kalau tak sanggup bilang saja sama dosen penguji. Saya sendiri gitu, saya mengaku kurang kritis dan tak mampu kalau harus memakai studi kasus (apalagi setelah mendengar penjelasan sang dosen penguji kalau studi kasus tuh harus begini dan begini). Jadi pakailah metode yang sesuai dengan kemampuan dan kasus yang kamu teliti.

Masuk lagi ke ruang sidang. Terlepas dari kamu sudah menguasai materi atau belum, belajar dengan sungguh-sungguh atau belum, saran saya begini: pokoknya kamu pasrah saja, jawab apa yang mampu kamu jawab, dalam moment itu yakinkan diri kalau memang segitulah kemampuanmu.

Presentasikan apa yang penting-penting saja, slide jangan banyak-banyak. Tulis inti-intinya saja di power point. Jabarkan secara berurut, mulai dari latar belakang, pertanyaan penelitian, kerangka pemikiran, teori dan seterusnya sampai pembahasan hasil penelitian serta kesimpulan.

Setelah itu kamu pasti bakal ditanya-tanyakan. Nah bagian inilah yang masih saya bingungkan, bagaimana kita harus bersikap. Sampai sejauh mana kita harus mempertahankan argumen? Haruskah berdebat dengan dosen penguji? Saya juga bingung.

Sebab saran semua teman saya, pokoknya iyah-iyahin aja, jangan berdebat, yang penting lulus. Saya sih nggak keberatan dengan saran ini, yang penting lulus. Tapi layakkah saran itu juga saya sarankan pada kalian yang mungkin memiliki idealisme pada hasil penelitiannya. Saya juga bingung.

Tapi pada intinya sikap disesuaikan saja dengan situasi yang ada. Namun akan lebih baik kalau kamu bukan berdebat, melainkan meminta waktu untuk menjabarkan argumen-argumen kamu.

Kalau sang dosen penguji memberi koreksi dan masukan jangan menyela, tapi dicatat saja untuk dilakukan perbaikan.

Bagian lain yang tak kalah penting, jangan lupa membuka presentasi dengan salam. Sebutkan nama penguji dengan gelar yang dia sandang.

Waktu itu teman saya ada yang ditanya begini pas sidang,"Gimana, susahkan mau dapet gelar sarjana?"

Dipikir-pikir betul juga ya. Makanya kita harus menghargai gelar yang disandang oleh seseorang, karena sudah pasti dia butuh perjuangan yang tidak mudah untuk mendapatkannya.

Sebutkan gelar dan namanya. Demikian juga pada ucapan terimakasih, jangan lupa untuk menyebutkan gelar orang yang kita tulis namanya.

Paling itu saja sih ya. Nggak ada trik-trik yang ngejelimet. Tidak mengerjakan konten skripsi asal-asalan, sikap dan penguasaan materi, menurut saya ini adalah tiga hal penentu kita lulus sidang atau tidak.

Hari ini Bandung panas banget!

Penikmat yang bukan pakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun