Laporan harian juga berfungsi untuk mengantisipasi kalau-kalau terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Misalnya, dulu saya pernah bekerja ngurusin surat-surat kendaraan, kebetulan ada beberapa kendaraan yang kena tilang. Saya pun hanya menginput laporan itu untuk arsip saya. Sialnya di bagian pengurusan surat-surat kendaraan yang ditilang, tilangan itu tak kunjung beres.
Lalu si pemilik kendaraan pun mengadu ke atasan saya, akhirnya yang kena siapa coba? Hikss, Sayaahh. Kenapa tidak melaporkan ke dia, biar dia bisa ngepush pada bagian yang mengurus surat-surat kendaraan yang ditilang itu, begitulah maksudnya.
Nah itulah gunanya laporan harian. Jangan sampai pada laporan bulanan atau meeting kita di‘bantai’ gara-gara di dalam laporan tersebut ada masalah yang seharusnya sudah selesai tapi tak kunjung kelar. Kalau di laporin tiap hari kan kita tenang, tak ada alasan menyalahkan kita, ada batasan yang memang membuat kita tak bisa menyelesaikan masalah tersebut. Kalau sudah dilaporkan, biarlah atasan atau bagian-bagian yang sudah ditunjuk yang mem-Follow up masalah tersebut sampai selesai. Â
3. Laporan Harus Update, dan Jangan Lupa Nge-CCÂ In Pada Mereka yang Harus Tahu
Nah saat kita mengirim laporan lewat email, usahakan jangan hanya dikirim pada satu bagian saja. Kalau memang dalam bagian itu harus ada pihak lain yang mengetahuinya, maka jangan lupa untuk di CC-in (Carbon Copy) pada pihak-pihak lain agar mengetahuinya. Selain itu kalau memang itu penting dan butuh di respon, biasakanlah untuk meng-capture resume atau menulis point-point penting di badan email. Sebab ada saja orang yang malas buka email, jadi kalau point penting nya terpampang di badan email setidaknya itu bisa membuat email kita di baca segera.
Misalnya kita perlu meminta sebuah langkah tindak lanjut pada sebuah divisi atas suatu kasus, kirim lah email pada orang yang di tuju lalu CC-kan pada atasan dia dan atasan kita (tergantung situasi). Tujuanya biar kita kelihatan kerja haha. Nggak, Â gitu juga sih, jadi maksudnya agar kelihatan profesional dan resmi saja. Jadi kalau suatu saat di singgung, kita ada bukti resmi bahwa kita sudah tindak lanjuti, tunjukan saja emailnya sebagai bukti, jadi bukan hanya lewat omongan belaka. Kalau kita sudah lakuin ini, bila terjadi sesuatu di depan percayalah kita sudah tidak akan disalahkan.
Mengenai laporan yang dikirim ya usahakan valid, jangan sampai nanti pas di uji laporan kita itu tidak benar.Yang kena siapa?Ya kita yang  melaporkan dong.
4. Selalu Buat Bukti Serah Terima dan Rekapan
Seorang karyawan merasa sudah memberi surat izin, tapi atasan kita merasa belum menerima, tapi asli kita sudah ngasih ke dia. Kasus kayak gini sering kali terjadi. Tapi saat di perdebatkan kita cuman bisa mengelus dada. Sebab tak ada bukti serah terima. Oleh sebab itu entah apapun posisi kita ada baiknya menyediakan sebuah buku sebagai bukti serah terima terhadap suatu hal. Jadi di buku itu ditulis tanggal, nama, jenis barang yang diserah terimakan, plus tanda tangan yang menyerahkan dan menerima.
Sekarang sih tak ada masalah, tapi tunggu saja nanti begitu terjadi kehilangan atau kesalahan laporan (bisa pemotongan gaji, contohnya karena surat ijin tadi) barulah kita kelimpungan. Baik yang di atas maupun yang dibawah bukti serah terima ini perlu.
Contoh lain, jangan sampai kita sudah capek-capek mendata jumlah produk atau aset dilapangan, tapi datanya kita input dan kita jadiin  bacaan pribadi. Lebih baik data itu di print lalu cantumkan tanda tangan pihak-pihak terkait dibawahnya. Hal itu berarti kita lagi nunjukin kondisi atau kuantitas produk di lapangan lalu saat mereka tanda tangan berarti produk-produk itu beserta jumlahnya telah kita serah terimakan dengan pihak yang bertanggung jawab untuk menjaga produk atau aset tersebut (kepada security misalnya).