Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Jangan Takut Jadi Karyawan Baru, Jobdeskmu Bukan Ilmu Membuat Roket

20 September 2016   09:49 Diperbarui: 15 April 2019   14:16 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beradaptasi adalah salah satu momok menakutkan bagi pekerja (orang yang pindah kerja, atau pindah divisi). Karena memang pada kenyataanya tidak mudah untuk menjalani pekerjaan dalam lingkungan yang baru, orang-orang baru, ritme, serta jadwal kerja yang baru. Pasalnya dalam lingkungan yang baru, ada saja orang-orang menyebalkan yang kok terlihat tidak welcome dengan kehadiran kita. Apalagi status kita adalah karyawan baru yang masih pakai bawahan hitam dan atasan putih, ciri khas newbie dalam dunia kerja. Pasti ada saja orang-orang yang terkesan menyepelekan.

Kalau teman-teman pernah mengalami rasa was-was tiap kali berangkat kerja karena hal yang beginian, tenang kalian nggak sendirian kok. Saya juga kadang merasa begitu. Oleh sebab itu saya tidak punya motivasi khusus untuk menghadapi situasi yang mengintimidasi mental karena situasi ini. Tapi seperti biasa, saya akan coba jelaskan sedikit hasil observasi sederhana, pengalaman, serta pengamatan saya, tentang fakta-fakta yang akan kita hadapi sebagai anak baru dalam dunia kerja.

Semoga dengan pemaparan ini, bisa menambah wawasan kita dalam membaca dan mempelajari situasi, dan syukur-syukur bisa membangun mental kita untuk menghadapinya. Karena saya bukan Mario Teguh, maka saya akan coba jelaskan beberapa fakta serta penjelasanya.

1. Selama Hal itu Bisa Dipelajari Jangan Takut, Toh Itu Bukan Ilmu Membuat Roket

Suatu hari dalam sebuah meeting seseorang berbicara kepada atasan saya, bahwa untuk menempati posisi yang kosong sekarang, seharusnya mencari orang yang memang memiliki latar belakang dengan posisi yang kosong tersebut. Dengan pola pikir pragmatis, si orang tersebut berpendapat demikian. Tapi atasan saya punya pandangan lain.

Baginya pekerjaan ini tak ubahnya dengan jenis pekerjaan lainya, pekerjaan ini bukan ilmu roket, yang mana hanya dapat dipahami dengan otak Einstein atau otak Elon Musk. Nah dalam dunia kerja pasti adakalanya kita akan dihadapkan pada pandangan pesimis seperti ini. Sah-sah saja sih, biarlah itu tetap hidup sebagai sebuah pandangan, dan tugas kita kalau tak mau diremehkan adalah mematahkanya.

Memang sih tidak gampang, kadang rasa-rasanya mau nyerah, belum apa-apa kok sudah di hakimi begitu. Tapi itulah resikonya jadi anak baru, kita bukan hanya berhadapan dengan manusia asing yang baru dikenal, tapi kita juga akan digesek dengan berbagai pandangan yang tak jarang bikin kita jatuh.

Namun dari hasil pengamatan saya, semua orang yang jadi karyawan dalam dunia kerja, apalagi bukan orang yang menempati posisi teknis (seperti programer, mekanik, dan teknisi) adalah orang yang punya kemampuan sama dan rata-rata. Buktinya apa? Kita semua akan melakukan yang namanya tugas manajerial.

Bukan bermaksud mengabaikan kepandaian yang satu dengan yang lain, tapi coba cek latar belakang mereka (para karyawan lama) semua sama saja seperti kita, tak ada bedanya.Hanya saja mereka sudah lebih lama jadi karyawan,dan lebih memahami pekerjaanya.

Tapi dengan seiringnya waktu, kemampuan kita akan sama dengan mereka. Sebab yang namanya dunia kerja kita ditugaskan bukan untuk berinovasi dengan mengubah sistem sesuka hati, yang ada kita bakal dipecat nanti. Sebagai anak baru, intensitas dalam melakukan pekerjaan itulah yang kelak akan membuat kita sama dengan mereka yang sudah lama bekerja. Yang membuat perbedaan paling terletak pada integritas dan loyalitas.

Jadi kalau kita masih anak baru, jangan langsung bermental bos yang selalu ingin disanjung dan dihargai. Biarlah untuk sementara kita jadi underdog yang dipandang dengan tatapan underestimate, mereka nggak lebih pintar dan hebat kok, mereka yang jadi karyawan lama hanya menang secara history, yaitu kerja lebih dulu dan lebih lama dari kita. Semoga pemahaman ini bisa bantu biar nyali kita tidak ciut, saya juga lagi belajar mempraktekanya kok, hehe.

2. Kalau Bikin Ribet Bukan Teknologi Namanya

Tak hanya diperhadapkan dengan manusia, sebagai anak baru kita juga akan diperhadapkan dengan yang namanya sistem komputerisasi. Ya ialah zaman modern gini perusahaan mana yang segala sesuatunya masih dikerjakan secara manual. Biasanya setiap perusahaan memiliki aplikasi dan sistem operasi nya sendiri. Tentu kita dituntut harus mempelajari hal tersebut.

Biasanya buat kita yang gaptek, bahkan tidak gaptek sekalipun akan langsung merasa pusing, mual, dan muntah-muntah --lalu hamil-- saat diperhadapkan dengan komputerisasi seperti ini. Ya kalau yang melatih kita itu tipe yang tak suka melebih-lebihkan sesuatu sih tidak masalah. Tapi masalahnya tak jarang ada orang yang suka berlebihan, ”Saya saja butuh waktu lima tahun untuk mempelajari hal ini.” Tentu hal ini bikin nyali kita menciut. Apa iya mempelajari sistem dalam sebuah perusahaan lebih ribet dari pada belajar Microsoft word, excel, dan power point?

Ingatlah prinsip ini, kalau sesuatu itu bikin ribet, bukan teknologi namanya. Ya iyalah kalau untuk mengoperasikanya saja ribet, teknologi macam apa itu. Teknologi itu diciptakan untuk mempermudah kita dalam beraktivitas dan mengerjakan sesuatu.Bukan sebaliknya..

Jadi kalau nanti teman-teman yang baru diterima bekerja dihadapkan pada layar komputer yang kita tidak tahu apaan itu, jangan langsung   resign. Tenang saja, sengejelimet apapun penjelasan orang lain, sebenarnya cara kerja sistem di setiap perusahaan itu simple kalau dijelaskan dengan runut dan baik.

3.Cek Ekspresinya, Samakah Ke Semua Orang?

Setelah di point pertama sebagai anak baru kita dihadapkan pada pandangan, lalu yang kedua di hadapkan pada sistem, maka yang ketiga kita akan di hadapkan pada ekspresi. Sebagai anak baru, pasti kita ketemu orang baru yang sifatnya berjuta-juta rupa.Kalau yang ramah sih tidak masalah, oke-oke saja. Tapi pasti kita akan di hadapkan pada orang-orang yang juteknya   nggak  ketulungan.

Nah kalau di giniin sekali saja, tak jarang kita yang perasa langsung merasa tidak enak hati. Saya tidak punya motivasi untuk mengatasi hal ini, tapi saya punya satu metode perbandingan yang semoga dapat membantu cara kita dalam menyikapinya.Kalau kalian yang baru kerja di hadapkan pada orang-orang judes yang menjawab seadanya untuk sesuatu yang kalian tanya dengan ekspresi dingin tak bersahabat, coba lakukan ini.

Pertama, coba cek ekspresi dan bahasanya saat dia berbicara dengan kita, lalu coba perhatikan saat dia berbicara dengan orang lain.Kalau cara menjawab dan ekspresinya sama seperti saat berhadapan dengan kita, artinya itu memang sudah pembawaanya. Jadi abaikan saja. Ke karyawan lama saja dia judes kok, apalagi ke kita yang masih anak baru.Jadi tak usah di ambil hati.

Kedua, Masih sama, coba cek ekspresinya. Kalau ke kita judes, tapi ke orang lain ramah. Yasudah sabar dan tenang saja, itu berarti hanya masalah waktu. Begitu kita sudah lama bekerja disana, nanti dia juga tak akan judes. Berarti sebenarnya dia ramah kalau dia semakin mengenal kita. Tak usah diambil pusing sifat manusia memang aneh-aneh dan macam-macam.

Mungkin hanya ini yang bisa saya tuliskan, ini adalah hal-hal sederhana yang tak jarang bikin kita langsung resign dari pekerjaan. Padahal baru kerja dua hari. Semua hanya soal  mengalami dan tetap bertahan. Agar kalaupun kita sebagai anak baru langsung memilih   resign, pengunduran diri kita bukan karena ketakutan.Lagian kalau kita bertahan, siapa tahu itu adalah pekerjaan terbaik yang akan kita miliki kelak.

Seperti yang dikatakan Nick Vujicic, Do not give up, the beginning is always the hardest.” Sekian.

Boleh setuju boleh tidak

Penikmat yang bukan pakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun