Jadi begitu ada yang bicara, dia langsung bertanya setajam-tajamnya, misalnya soal data. Setelah ceramah panjang lebar, si anak buah nyahut, ”Lah kan datanya sudah saya email ke bapak kemarin.” Aduh mampus dah.
Walau masih sebatas observasi belaka, tapi saya menemukan kesimpulan, ternyata mengatur-ngatur ekspresi dapat menghambat pola pikir kita. Tak sampai di sana, berusaha mengatur ekspresi sedemikian rupa dapat membuat kita menjadi orang yang lebih gegabah.
Jangan menyetir respons natural dan sikap spontan dengan gaya untuk mencitrakan gelar yang disandang.
Dari yang saya lihat, orang kayak gini malah sering keliru dalam berinteraksi saat diskusi. Dia hanya fokus pada style sorot mata dalam mendengarkan (biar kelihatan keren), tapi pikirannya terbagi antara mendengarkan dan memikirkan dirinya.
Mungkin hanya ini dari saya, kalau ada yang lain silakan ditambahkan.
Boleh setuju boleh tidak
Penikmat yang bukan pakar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H