Tapi kadang bikin risih juga kalau ada yang bicara tidak sesuai sesinya. Maksud saya sih biar kita nggak mempermalukan diri sendiri sih. Ya kalau waktunya bertanya ya bertanya aja, nah pas disuruh ngasih saran atau tambahan barulah di situ utarakan pernyataan-pernyataan kita. Jadi bedakan ya mana pertanyaan mana pernyataan hehe.
3. Berdebat “Berdarah-darah” Ternyata Maksudnya Sama
Kalau yang model begini nggak kehitung lagi sudah berapa banyak saya dengar. Ya mungkin inilah efek kurang memahami tadi. Kayak Stephen Covey bilang, mereka mendengar untuk memberi jawab, bukan untuk memahami. Jadi yang bermasalah di sini bukan lagi mulut, tapi telinga. Menurut saya untuk memahami sesuatu, kita harus berpikir seperti anak training kemarin sore. Tujuan mendengarkan ya untuk memahami, biar paham dan ngerti. Bukan untuk mengkritisi.
Mengkritisi atau berpikir kritis itu ada pada tahap analisanya. Bukan pas memahaminya. Jadi dipisahkan saja, inilah yang namanya pola pikir. Semua ada tahapannya kan. Jadi otak dan keinginan berbicara bisa di-manage sedikit. Tidak semuanya harus dikatakan saat otak kita tak bisa berhenti berpikir. Kan lucu kalau sudah berdebat panjang lebar yang lahir bukan gagasan baru, melainkan cuman kata “ohhh” ternyata itu toh maksudnya.
Lah ternyata sama cuman beda bahasa. Itu sebab memahami ngobrolan juga seperti belajar bahasa Inggris, dalam memahaminya kita tidak bisa mengartikannya kata per kata, ada kalanya harus memahami secara keseluruhan agar tertangkap maksudnya. Saya sih nggak ngajarin, ini hasil pengamatan sehari-hari saja. Kan tidak semua orang pandai berbicara.
4. Bicara Terlalu Panjang tapi Muter-muter
Kadang pasti kita pernah mendengar sebuah pemaparan yang panjang tapi miskin kebaruan. Bahkan miskin informasi. Si orang tersebut hanya berbicara dengan banyak pengibaratan yang berbeda-beda tapi artinya sama. Menurut saya ada kalanya hal ini membosankan. Memang sih tingkat pemahaman orang-orang itu berbeda, tapi dalam situasi tertentu ada kalanya seseorang lebih mudah menangkap penjabaran yang pendek tapi pas. Berbicara singkat bukan berarti pengetahuan kita kurang toh, iya kan?
Bukankah lebih baik waktu yang ada diberi ke orang lain. Misalnya mintai pendapat, pertanyaan, kritik hingga saran. Walaupun kemampuan kita jauh di atas rata-rata, tapi lebih asyik kalau semua terlibat berbicara. Namanya juga diskusi. Kalau yang bicara cuman satu orang itu namanya ceramah. Walaupun kita tahu banyak, tak ada salahnya juga sesekali menggantung argumen, agar yang lain terpancing untuk menambahkan.
5. Bawa Sifat Apa Adanya ke Forum, Jangan Dihambat Ekspresi
Serius kan nggak mesti menegangkan ya. Dalam meeting yang biasanya dihadiri oleh atasan, akan lebih nyaman kalau meeting tersebut dibuat secair mungkin. Alasanya, forum yang nuansanya menegangkan bisa menghambat otak dan mulut dalam berpikir dan berbicara. Sebab kita ada di bawah tekanan formalitas.
Tentu butuh orang-orang yang fleksibel untuk membangun suasana diskusi seperti ini. Yang tak jaim walau tak mesti ekspresif. Saya beberapa kali menemui seseorang akan salah mengambil langkah ketika bersikap akting, walau tidak over. Misalnya seorang direktur, dia berusaha bertingkah dan berekspresi sesuai dengan gelar yang disandangnya, dan bukan lagi dengan naluri manusianya.