Idealnya dasar yang menjadi perekat sebuah hubungan (pacaran) adalah cinta. Cinta sendiri bukanlah sebuah benda materil yang dapat dilihat hingga dijamah bentuk rupanya. Cinta adalah perasaan yang hidup yang membuat seseorang tertarik untuk menjalin hubungan yang serius dengan lawan jenisnya.
Tak berhenti sampai disitu, cinta juga bisa membuat seorang pemuda tampan nan kaya raya bertekuk lutut dihadapan seorang gadis desa agar mau jadi kekasihnya. Cinta dalam konteks serius, yang saya sebut dengan cinta kingkong (karena kalau cinta monyet itu untuk remaja) adalah perasaan seseorang terhadap orang yang ditaksirnya agar mau membuat komitmen bersama dirinya.Â
Contohnya begini; saya naksir dengan Mikha Tambayong, maka saya menyatakan perasaan saya pada Mikha Tambayong," mau kah kau menjadi pacarku?"
Jika dia mau nerima cinta saya berarti matanya rabun haha. Lalu misalnya dia menerima pernyataan cinta saya, tentu setelah itu yang terjadi adalah sebuah komitmen dimana Mikha dan saya berpacaran,kalo lanjut, berjanji untuk selalu bersama baik suka ataupun duka, saling mengasihi, selalu setia hingga akhirnya pada hari yang ditentukan menetapkan tanggal pernikahan (aminnn hahaha).
Tapi pada kenyataanya cinta yang idealnya menjadi dasar sebuah hubungan tidaklah selalu menawarkan sebuah kepastian.
(Bukan cintanya yang salah melainkan mata hati kitalah yang kurang tajam untuk menangkap, untuk memastikan, hingga mengenal secara dalam, apakah perasaan yang tumbuh dalam hati saya ini adalah cinta? nafsu? atau sekedar pelampiasan untuk mengusir sepi saja?)
Sebagai penikmat yang bukan pakar, kenapa saya berkata demikian?Begini yang namanya sebuah hubungan baru, baru sehari dua hari apalagi masih masa pedekate, pasti perasaan kita masih berbunga-bunga,mesra, lautan diselami jurang dilompati,apapun yang dia mau kita berusaha untuk memenuhi.Di hadapanya kita selalu ingin terlihat berwibawa dan keren, lalu timbul pertanyaan apakah perasaan yang berbunga-bunga itu akan tetap bertahan setelah jadian?
Kalau ternyata setelah menjalin kasih dua hari, dua tahun, pernikahan ditahun kedua, punya anak dua, memiliki cucu dua, perasaan cinta itu masih ada berarti cinta model beginilah yang seharusnya menjadi dasar sebuah hubungan, oleh karena itu pembahasan mengenai ini pun selesai (saya tak perlu jabarkan perasaan macam apa itu karena pasti semua sudah pada ngerti, apalagi pembaca kompasiana itu pinter-pinter)
Kenapa saya sudahi? ya karena saya belum menikah dan punya pengalaman menjalin kasih sampai pada titik Golden Wedding wihh boro-boro nembak cewek aja di tolak mulu haha. Namun hal yang ingin saya ceritakan adalah ini;
Saya memiliki seorang teman pria yang telah berpacaran sekitar lima tahunan. Mungkin karena sudah agak jenuh dengan kekasihnya hubungan mereka lebih sering berantemnya dari pada akurnya, mirip Tom and Jerry lah pokoknya. Sikapnya terhadap pacarnya juga cuek-cuek bebek, intinya tak lagi sehangat masa-masa awal berpacaran. Bahkan pernah dia curhat kepada saya mengenai perasaanya apakah dia benar-benar masih mencintai pacarnya itu atau tidak. Dia mulai ragu.
Keraguan tersebut membuat dia secara pribadi pun tak dapat memahami perasaanya sendiri.Kalau dibilang tak cinta lagi dia belum sanggup untuk memutuskan hubungan, kalau dibilang masih cinta tapi dia tak pernah lagi merasa begitu antusias ketika berhadapan dengan pacarnya itu. Pokoknya dia bingung, kalaupun mau break dia takut pacarnya itu di ambil orang, bahkan dia sempat bilang kalau saat masih menjalani hubungan dengan pacarnya itu dia bertemu dengan sesosok wanita yang bisa membuat hidupnya kembali berwarna mungkin disitulah dia akan memutuskan kekasihnya.
Intinya kawan saya itu merasa flat, mungkin hampir mati rasa tapi juga masih sayang terhadap pacarnya. Bingungkan? sama saya juga bingung, ya begitulah cinta itu memang rumit! haha.
Tapi tahukah kalian apa yang terjadi? alih-alih angan-anganya tercapai, ditengah jalan malah pacarnya duluan yang memutuskan hubungan dengan kawan saya itu. Lalu ditengah segala kejenuhan ,flat, sering ribut, sering berantem, serta keraguan soal perasaan yang dia miliki terhadap pacarnya, apakah kawan saya itu santai-santai saja saat diputuskan oleh pacarnya? apakah dia dengan legowo bilang Okeh fix lalu merasa lebih bahagia dengan status single yang  baru disandangnya?
(Sekedar info setelah ditelusuri ternyata pacar kawan saya itu sudah terlebih dulu berselingkuh, hingga akhirnya memilih putus dengan kawan saya.)Tidak sama sekali. Dia malah menangis meraung-raung saat diputuskan, bahkan memohon-mohon untuk balikan dan berjanji akan mengubah semua sikapnya asal tidak putus. Berbulan-bulan dia galau dan mengemis agar mereka tidak putus. Dia juga tidak terima pacarnya itu langsung jalan dengan pria lain.
Saya secara pribadi tidak mengerti ini kesadaran macam apa.Tapi yang jelas memang benar kalau penyesalan itu datangnya terakhir.Tapi saya juga ragu apakah kalau tiba-tiba pacar kawan saya itu mengabulkan permohonan kawan saya untuk tidak putus, lalu mereka balikan maka kawan saya itu akan bahagia.Apakah kawan saya itu cumah takut kesepian dan kehilangan perhatian?apakah dia benar-benar mencintai pacarnya atau cumah nggak terima diputusin?
Hal inilah yang menggelitik saya untuk menuliskan artikel ini, betapa cinta yang sebenarnya absolut dan nyata untuk dirasakan itu pun tak mudah untuk dikenali.Jadi misalnya nih sekarang kalian masih menjalani sebuah hubungan sudah lima tahun lamanya, tapi udah mati rasa, tapi pas dia mendadak minta putus (apalagi karena pihak ketiga) mendadak kalian jadi cinta dan nggak terima. Saya ulang lagi untuk kita renungkan, kita benar-benar, sungguh-sungguh mencintai dia atau cuman nggak terima diputusin?
Wah ini bukan perkara yang mudah, lalu apa yang harus dilakukan jika kasus dan perasaan bercabang ini menimpa kita?
Pertama, berani ambil keputusan. Apakah hal ini mudah?wihh tentu tidak. Tapi masalahnya  sebuah hubungan haruslah bergerak maju dan bukan jalan ditempat apa lagi muter-muter. Adakalanya kita akan memasuki fase yang amat serius seperti pertanyaan yang diajukan pacar kita, "Say kapan kamu mau nikahin aku?" masa iya kita selalu menghindar tiap kali ditanya yang beginian? kasihan kan dia.
Kalau masih ragu, coba selidiki hati kita. Kalau masalahnya biaya, nunggu mapan dan lain sebagainya coba cek lagi deh. Apakah itu cuman jawaban klise dari keraguan kita terhadap pacar kita. Beri waktu terhadap diri sendiri untuk merenungkan dan menjalaninya, tapi jangan mengulur-ngulurnya. Wah masa iya kalau ada seorang pria yang sangat mencintai pacarnya tapi dia malah tak punya angan-angan untuk menikahinya.
Kalau belum berpikir jauh kesana sih wajar, tapi kalau kita dan pacar kita itu sudah cukup berumur dan mapan tapi tidak juga memiliki arah kesana, bahkan hanya untuk membicarakanya pun males, lah itu cinta macam apa?
Kedua, Tegas terhadap diri sendiri. Entah itu pria atau wanita bersikap tegas terhadap diri sendiri itu penting. Jangan terlalu lama berada diarea abu-abu. Karena hubungan itu bersifat jangka panjang, kalau memang ragu dan merasa tidak cinta ya sudah putuskan saja secara baik-baik.Tapi bukan berarti kalau  bosan putus, dan gimana mood nya hati.Ingat loh hubungan itu bukan soal cinta saja, tapi juga komitmen, dan komitmen tidaklah diletakan diatas dasar perasaan, melainkan kesetiaan.
Oleh karena itu bijak-bijaklah untuk mempertimbangkan.Saya sih tidak merekomendasikan putus, karena hal itu dapat mematahkan hati seseorang, dan rasanya itu sakit. Lebih baik dikomunikasikan, siapa tahu malah bisa menghangatkan kembali hubungan yang terlanjur dingin. Diri kalianlah yang tahu mana yang terbaik, tak ada satu resep jitupun tentang bagaimana harus menyikapi hal ini. Karena hubungan itu bukan makanan yang pasti resepnya.Ini soal pertimbangan, karena kita masing-masinglah yang akan menjalaninya.
Ketiga, Hal yang tak kalah pentingnya adalah jangan terjebak kenangan.Banyak dari kawula muda yang berat untuk memutuskan sebuah hubungan bukan karena masih cinta, melainkan karena merasa berat melepaskan kenangan yang pernah dilalui bersama.Kenangan tidak bisa jadi dasar yang kokoh dalam sebuah hubungan jika tidak ada rasa cinta.
Kenangan hanya bisa mempererat dan memperkaya nilai sebuah hubungan, oleh karena itu penting untuk memastikan, kita mencintai dia atau hanya sekedar takut sendiri, takut menjomblo hingga takut tidak ada yang memperhatikan?
Keempat, Relakan dia. Hal ini tidak mudah, namun jika kita memang tak seratus persen mencintai dia,I love you full, sudah lepaskan saja.Bukan hanya dia yang nanti menderita, tapi kita juga.
Mungkin diluar sana ada seseorang yang bakal membahagiakan dan sangat mencintainya namun terhalang karena kita tidak rela melepaskanya, demikian pun sebaliknya mungkin diluar sana ada seseorang yang memang jodoh terbaik untuk kita namun tak tergapai karena kita memaksakan hubungan dengan seseorang yang perasaan terhadapnya masih kita ragukan.Lakukanlah cara yang benar bukan cara yang mudah.
Kelima, Lakukan sekarang jangan sampai terlambat. Saya sebenarnya lebih tertarik pada pencegahan,maksudnya lebih baik selidiki dulu sebelum memilih pasangan dari pada pacaran dulu baru menyelidiki. (baca disini:Tips Memilih Pasangan Sejati Untuk Para Lajang Agar Anda Bahagia) Sudahlah tak usah coba-coba, mending yakinkan dulu diri apakah dia memang tipe yang kita inginkan atau bukan, berteman saja dulu tak usah buru-buru.
Tak ada yang melarang pacaran, tapi setelah jalan beberapa waktu sebaiknya pastikan mau dibawa kemanakah hubungan tersebut.Jangan sampai pacaran lama tapi ternyata masih ragu-ragu, tapi ketika putus malah tidak terima.
Saya membagikan kisah kawan saya ini agar dapat jadi pelajaran bagi kita kawula muda. Saat kita menangis karena diputusin kekasih, itu karena memang cinta sama dia atau cuman karena nggak terima diputusin. haha ribet ya.
Boleh setuju boleh tidak
Penikmat yang bukan pakar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H