Sinetron remaja yang bertemakan percintaan berisi cerita cinta yang terjadi di masa remaja. Namun sungguh disayangkan karena cerita cinta dalam sinetron lebih banyak berisikan perselingkuhan, kebebasan hidup, seks bebas, narkoba, penindasan dan kekerasan remaja. Masalah ini tentunya akan memiliki dampak negatif terhadap perkembangan kehidupan remaja.
Masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Jadi sangat mungkin perbuatan-perbuatan tokoh-tokoh dalam sinetron dapat ditiru. Bahkan bagi remaja yang menjadi penggemar berat seorang artis sinetron tertentu bisa saja menirukan gaya hidup dan tingkah laku artis tersebut Jika tingkah laku artis itu baik, maka tidak masalah. Namun akan menjadi masalah jika tokoh-tokoh dalam sinetron tersebut bertindak negatif.
Pada kenyataannya, sekarang ini banyak remaja menirukan gaya hidup seperti dalam sinetron. Seperti model pakaian yang dikenakan dan gaya hidup yang identik dengan kemewahan dan kosumerisme. Bahkan dengan tayangan sinetron yang mengandung unsur kekerasan telah mengubah sikap remaja menjadi anarkis. Banyak remaja sekarang ini bersikap cuek dan tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Dengan adanya dampak-dampak negatif dari penayangan sinetron yang tidak mendidik tentu akan mengganggu perkembangan kehidupan remaja. Sikap moral dan mental remaja menjadi rusak.
Remaja adalah generasi muda yang menjadi penerus bangsa. Jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut maka bagaimanakah generasi bangsa Indonesia di masa yang akan datang? Maka bisa dipastikan generasi bangsa kita hanya menjadi penonton dan pengguna produk kemajuan negara lain. Karena masa remajanya dihabiskan dengan menonton sinetron yang tidak mendidik. Dan bila tidak ada solusi untuk mengatasi masalah ini dapat dipastikan bangsa ini menjadi bangsa yang terpuruk. Selalu bergantung dengan negara lain karena generasi penerusnya tidak peduli dengan keadaan bangsa.
Oleh karena itu untuk mencegah dan mengatasi masalah ini harus ada solusi untuk mengatasinya. Solusi yang melibatkan berbagai pihak yang bertanggung jawab dalam masalah ini. Melibatkan para pemilik televisi, para produser dan insan pembuat sinetron, lembaga sensor film, masyarakat dan organisasi atau lembaga sosial masyarakat yang terkait. Pihak-pihak yang terlibat tersebut membuat suatu kebijakan dan mengacu kepada Undang-undang berlaku dan semua pihak harus berkomitmen untuk menjaga remaja Indonesia tidak menyimpang dari budaya sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengar peran penting lembaga sensor film, menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
Terkait perfilman diatur dalam undang-undang nomor 33 tahun 2009 Tentang Perfilman.
pasal 80 : Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan, menjual, menyewakan, atau mempertunjukkan kepada khalayak umum, film tanpa lulus sensor padahal diketahui atau patut diduga isinya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
Pasal 57 ; Ayat 1 Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan wajib memperoleh surat tanda lulus sensor; Ayat (2) Surat tanda lulus sensor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan setelah dilakukan penyensoran yang meliputi:
- penelitian dan penilaian tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum;
- penentuan kelayakan film dan iklan film untuk diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum; dan
- penentuan penggolongan usia penonton film.
Peran penting lembaga sensor film harus memperhatikan tujuan dari film itu sendiri sesuai dengan Pasal 3 Perfilman bertujuan:
- terbinanya akhlak mulia;
- terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa;
- terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa;
- meningkatnya harkat dan martabat bangsa;
- berkembangnya dan lestarinya nilai budaya bangsa;
- dikenalnya budaya bangsa oleh dunia internasional;
- meningkatnya kesejahteraan masyarakat; dan
- berkembangnya film berbasis budaya bangsa yang hidup dan berkelanjutan.
Â
By: Akh. Toharudin