Mohon tunggu...
Tofik Pram
Tofik Pram Mohon Tunggu... Jurnalis - Warga Negara Biasa

Penulis dan editor konten lepas http://tofikpr.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ah, Anas Enggak Kayak Dulu Deh...

11 Februari 2014   06:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:57 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“TAK ada kawan dan lawan abadi dalam politik. Yang ada hanya kepentingan.” Adagium itu masih, dan masih, dan masih, dan selalu akan berlaku di dunia perpolitikan di manapun ia ada. Termasuk di Indonesia ini. Sikap Anas Urbaningrum adalah contoh paling mutakhir.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat yang dijerat KPK dengan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang itu mengaku pernah ditugaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengamankan kasus bailout Bank CenturyPengakuan Anas itu disampaikan pengacaranya, Handika Honggowongso.

Sebagai Ketua Fraksi Demokrat di DPR, ketika itu, Anas mengaku diminta mencegah agar Panitia Khusus (Pansus) Bank Century di DPR tidak mengarah ke SBY, baik secara hukum maupun politik.

“Disampaikan (oleh Anas), jika saya (Anas) dipanggil SBY di Cikeas. Dalam pertemuan tersebut, SBY memberi pengarahan ke saya (Anas) untuk mencegah supaya Pansus Century DPR tidak mengarah, baik secara hukum maupun politik, ke SBY,” kata Handika, menirukan pengakuan Anas.

Handika menambahkan, kliennya pernah diminta melobi fraksi partai lain untuk mengamankan SBY, sekaligus membangun opini di media massa jika SBY tidak terlibat. Terkait tugas tersebut, kata Handika, Anas diminta berkoordinasi dengan Wakil Presiden Boediono, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta beberapa pihak terkait lainnya. Informasi tersebut disampaikan Anas kepada tim penyidik KPK dalam pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.

Dalam pernyataan tersebut, kentara bahwa Anas sedang berusaha membuka ‘lembaran berikutnya’ dari buku catatan rahasianya selama rukun dengan SBY. Lantaran sakit hati karena merasa dikorbankan? Bisa jadi.

Siapa tak sakit hati jika dijerat sebagai tersangka ketika masih merasakan nikmatnya jadi ketua partai. Ditahan lagi. Tak ada pembelaan dari partai lagi. Apalagi, jika Anas mengingat ketika masih menjadi ketua partai pernah membela mantan bosnya itu mati-matian, ia bakal tambah sakit hati.

Padahal, jika dikilas balik, pengorbanan Anas demi Cikeas di masa lalu itu luar biasa lho. Nih, salah satu contohnya:

Menjelang akhir Juni 2009 lalu, SBY sempat keseleo lidah. Dalam kunjungan di redaksi Kompas, 24 Juni 2009, dari mulutnya muncul pernyataan pengundang protes. “Terkait KPK, saya wanti-wanti benar power must not go uncheck. KPK ini sudah powerholder. Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. Hati-hati,” kata Presiden SBY (Berbahaya, Kekuasaan yang Terlalu Besar dan Tanpa Kontrol, Kompas, 25 Juni 2009, hal. 1). Lalu, kesan yang muncul adalah, ada ketakutan yang dipaksakan, dikemas dalam ucapan santun, agar terkesan akademis. Tapi, tetap saja kekhawatiran itu tak bisa sembunyi.

Lalu terbitlah wacana Presiden takut KPK. Berikutnya digiringlah isu menjadi ada upaya Presiden membatasi KPK. Ada juga yang mengaitkan pernyataan ini dengan upaya balas dendam karena merasa telah dipermalukan komisi ketika Aulia Pohan, besannya yang mantan deputy Bank Indonesia itu, dijebloskan ke bui gara-gara korupsi.

Ucapan Presiden didukung BPKP, yang berusaha masuk mengaudit KPK untuk menelisik kewenangan menyadap dan pengadaan alat untuk keperluan mengumpulkan informasi. BPKP menerabas pagar dengan berusaha menyeruak ke dalam tubuh institusi independen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun