Mohon tunggu...
Tofan Mahdi
Tofan Mahdi Mohon Tunggu... -

Tofan Mahdi. Adalah seorang praktisi komunikasi. Sebelumnya selama 12 tahun berkarir sebagai wartawan di Jawa Pos dengan posisi terakhir sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos (2007) dan Pemimpin Redaksi SBO TV (2007-2009). Mulai aktif menulis di media massa sejak semester dua di bangku kuliah; dengan artikel pertama yang dimuat dalam halaman opini (Kolom Mahasiswa) Jawa Pos pada 27 Februari 1993 dengan judul "Asosiasi Perbankan Suatu Alternatif". Momentum termuatnya artikel di Jawa Pos ini yang kemudian membawa penulis aktif dalam kegiatan tulis menulis. Belajar menjadi wartawan saat mahasiswa di Radio Suara Akbar Jember dan Koran Derap Pembangunan. Alhamdulillah, lulus kuliah pada 1997, langsung diterima sebagai wartawan di Jawa Pos. Pengalaman jurnalistik sebagai wartawan, sebagian besar dihabiskan sebagai wartawan di bidang ekonomi. Namun juga beberapa kali melakukan liputan di bidang politik internasional. Satu di antaranya yang monumental adalah liputan konflik Palestina-Israel (2007). Monumental bukan karena konflik tersebut mendapat perhatian dunia, tetapi lebih karena saya termasuk sedikit di antara jurnalis yang ada di Indonesia --pun warga negara RI- yang memiliki kesempatan masuk Negeri Yahudi Israel melalui Ben Gurion International Airport Tel Aviv. Keinginan untuk go blog ini, tak sengaja. Karena tiba-tiba ada kerinduan yang sangat dalam untuk menuangkan banyak hal di dalam pikiran dalam bentuk tulisan. Semoga tulisan-tulisan saya memberi manfaat dan saya menemukan sahabat-sahabat baru di sini. Dunia blog; jujur adalah dunia yang baru bagi saya. Jadi saya masih harus banyak belajar dari para blogger yang telah lama aktif di sini. Mohon bisa diterima kehadiran saya, selamat menikmati tulisan saya, dan salam persahabatan.(*)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jalan-jalanku ke Israel Tahun 2007 (2)

17 September 2013   18:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:45 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Israel tetap menguasai Jerusalem, Shuha yakin selamanya orang-orang Arab-Palestina menjadi warga negara kelas dua. Mereka tidak bisa bekerja di pemerintahan dan sektor-sektor strategis lain. "Sebagian besar kami di sini bekerja di sektor informal. Misalnya, menjadi pedagang dan sopir taksi," ujarnya.

Sejumlah upaya dilakukan kedua pihak (Arab-Yahudi) agar bisa berintegrasi. Salah caranya, mendirikan sekolah multicultural. Harapannya, sekolah itu dapat memberikan pemahaman lebih baik tentang tiga agama yang sama-sama menjadikan Jerusalem sebagai tempat suci mereka: Islam, Kristen, dan Yahudi.

"Namun, kami akui respons atas sekolah multikultural seperti ini sangat kecil. Bahkan, di sekolah kami yang sudah berdiri 10 tahun, hanya ada 40 siswa," kata Adena Levine, direktur Peace Preschool International YMC, satu-satunya sekolah antaragama di Jerusalem.

Meski banyak yang pesimistis, warga Arab Palestina berharap agar akan ada kesepakatan t entang pembagian wilayah Israel-Palestina, termasuk tentang status Kota Jerusalem, pada konferensi di Annapolis bulan depan. Kalaupun diberikan kepada Palestina, opsi lain yang diharapkan adalah yurisdiksi Jerusalem dikendalikan dunia internasional (PBB). Tidak lagi di bawah kekuasaan negeri Zionis Israel. (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun