Meski sekarang Kota Jerusalem diklaim sebagai ibu kota negara Yahudi itu, warga Palestina terus berjuang agar kelak kota ini menjadi ibu kota negaranya. Di kota ini berdiri salah satu tempat suci umat Islam, yaitu Masjid Al Aqsa. Di areal, Al Aqsa juga berdiri Qubah al Sahra (Dome of The Rock). Dari tempat ini, Nabi Muhammad mengawali perjalanan ke langit (dalam peristiwa Isra Mikraj) untuk menerima perintah salat lima waktu.
Dengan dalih keamanan pula, akses warga muslim untuk beribadah di Al Aqsa, Jerusalem, makin terbatas. Ada sejumlah check point (pos pemeriksaan) untuk masuk ke sana.
"Yang diberi akses masuk ke Al Aqsa, umumnya, warga Arab Palestina berusia di bawah 18 tahun dan di atas 45 tahun," kata Syekh Bukhari, salah seorang pemuka agama Islam di Jerusalem timur.
Saya beruntung bisa melaksanakan ibadah salat Jumat pada 18 Oktober pekan lalu. Saat itu, saya melihat tindakan tentara Israel yang memeriksa warga Arab-Palestina yang akan masuk ke masjid tersebut. Semua harus menunjukkan identitas. Mobil juga diperiksa. Lantas, tentara Israel itulah yang berhak menentukan siapa yang bisa masuk dan siapa yang tidak.
Warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat (Hebron, Nablus, Ramallah, dan sejumlah kota lain) jelas dilarang masuk ke Al Aqsa. Tak ada toleransi sama sekali. Selain itu, sejak ada ratusan kilometer tembok pembatas yang dibangun Israel, akses warga Tepi Barat menuju ke Jerusalem menjadi sangat terbatas. Jadi, Al Aqsa h anya bisa diakses oleh muslim di Jerusalem setelah lolos pemeriksaan tentara Israel.
"Wisatawan asing seperti Anda lebih mudah (masuk ke Al Aqsa) daripada kami," kata Bukhari.
Hidup di Jerusalem bagi warga Arab-Palestina juga sarat dengan diskriminasi. Memang, mereka memiliki opsi jika mau menjadi warga negara Israel. Namun, sebagian besar warga Arab-Palestina menolak.
"Kami tetap warga Palestina. Namun, karena tinggal di Jerusalem yang dikuasai Israel, kami harus memegang kartu identitas penduduk Israel," kata Shuha, warga Jerusalem timur yang mengantarkan saya ke Ramallah.
Shuha menceritakan sejumlah perlakuan yang menyinggung perasaan warga Arab-Palestina. Suatu hari, pencuri masuk ke rumah Shuha. Dia lalu melaporkan kejadian tersebut kepada polisi Israel.
Tahu korbannya adalah warga Arab-Palestina, kata dia, tidak ada seorang polisi pun yang datang.
"Juga kalau ditilang akibat pelanggaran lalu-lintas. Denda untuk warga Arab-Palestina pasti lebih mahal daripada denda bagi orang Yahudi. Terus tera ng, kami sangat berat hidup seperti ini," kata wanita berwajah cantik itu.