Mohon tunggu...
Toekang Tjoekoer
Toekang Tjoekoer Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Pena

... dibawah puun sengon pinggir kali tjiliwoeng ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tanda Tanya Pergantian Nomenklatur Direktorat Gas dan Direksi Pertamina

13 Februari 2018   00:22 Diperbarui: 13 Februari 2018   01:00 1384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: eksplorasi.id

Kementerian BUMN berencana melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Pertamina (Persero) pada Rabu (13/2/2018), berhembus kabar pada RUPSLB ini akan merubah nomenklatur perseroan tersebut dengan menghapus Direktorat Gas menjadi Direktorat Logistik sebagai direktorat baru. Selain peruubahan nomenklatur, rencananya Kemen BUMN juga akan mengganti Direktur Pemasaran Pertamina.

Kebijakan ini sontak membuat heran banyak pihak dan tanda tanya besar, sebab disaat ini Pertamina tengah berupaya fokus untuk menggeser dari bisnis minyak ke bisnis gas dan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE). Namun entah kenapa Kemen BUMN malah menghapusnya dan bukan memperkuatnya, padahal jika hal ini diperkuat akan menjadi bisnis masa depan Pertamina yang menjanjikan.

Padahal dari tahun ke tahun kita selalu dihadapkan dengan kondisi cadangan minyak bumi yang semakin menurun, dan dengan kondisi tersebut ditambah kebutuhan energi yang terus meningkat, apakah kita akan terus bergantung pada sumber energi minyak bumi terus?.

Jika dilihat dari masalah diatas, maka langkah Kemen BUMN menghapus Direktorat Gas ini merupakan kebijakan yang salah arah, sudah saatnya kita mengubah mindset terkait kedaulatan energi kita yang selalu mengandalkan minyak bumi. Harusnya kita beralih fokus dengan mengembangkan energi lainnya seperti gas, apalagi cadangan gas kita cukup besar untuk diolah dalam kurun waktu yang masih panjang.

Jika dilihat dari faktor pengalaman, kita sendiri pernah menjadi salah satu pionir dalam ekspor LNG di masa 1970an, bahkan sampai saat ini fasilitas-fasilitas LNG masih eksis sampai saat ini seperti Arun, Bontang, dan Tangguh. Belum lagi dengan proyek-proyek yang saat ini tengah digarap seperti Indonesia Deepwater Development, Donggi Senoro, Jangkrit, bahkan Masela yang tengah dikembangkang.

Potensi anak bangsa pun dalam pengembangan Gas bumi juga sudah tidak diragukan lagi, keterlibatan mereka dalam proyek-proyek berskala nasional sudah mumpuni dan memiliki kompetensi yang cukup baik.

Ditinjau dari sisi ketersediaan, dengan cadangan terbukti sebesar 101.2 TCF1, Indonesia masuk kedalam kisaran 15 besar negara yang memiliki Cadangan gas terbanyak. Jika ditinjau dari Reserve to Production ratio, cadangan ini cukup untuk 40 tahun ke depan dengan tingkat produksi yang sama. Bandingkan dengan minyak yang cadangan terbuktinya hanya sebesar 3,3 milyar barrel1 dan hanya cukup untuk 12 tahun ke depan.

Pada tahun 2016, produksi rata-rata tahunan gas Indonesia adalah sebesar 7.958 MMSCFD2, hasil ini jauh diatas target produksi gas yang ditetapkan dalam APBN-P 2016 yang sebesar 6.403 MMSCFD2. Hal ini menunjukkan potensi gas untuk menggantikan minyak bumi sebagai sumber energi utama.

Dari faktor kedaulatan, kelebihan gas memang kurang terasa dampaknya saat ini jika dibandingkan dengan 2 atau 3 tahun yang lalu. Hal ini disebabkan turunnya harga minyak dunia dan kebijakan pemerintah mencabut subsidi BBM. Namun perlu diingat, tidak ada yang bisa memprediksi pergerakan harga minyak. Saat dulu harga minyak melambung tinggi melebihi 100 $ per barrel, tidak ada yang menyangka harga minyak akan menyentuh lagi harga dibawah 50 $ per barrel. 

Namun Lihat kondisinya sekarang. Ditambah produksi minyak Indonesia yang hanya berada di kisaran 800 ribu barrel per hari. Masih belum cukup untuk konsumsi harian yang sebesar 1.3 juta barrel per hari dan harus ditambal dengan import minyak. Produksi minyak mentah ke depannya diprediksi akan terus menurun, dengan kisaran penurunan rata-rata sebesar 5% per tahun3, sementara itu kebutuhan minyak diprediksi semakin bertambah yang menyebabkan jumlah minyak yang diperlukan melalui impor juga ikut meningkat.

Selain ketiga faktor diatas, tambahkan pula faktor lingkungan yang menjadi kelebihan gas alam dibandingkan dengan minyak bumi dan batubara. Dibandingkan dengan energi-energi terbaharukan yang lain, gas juga memiliki kelebihan di faktor ekonomis yang masih lebih murah.

Jadi wajar saja jika banyak pihak mempertanyakan langkah Kemen BUMN ini yang berencana menghapus Direktorat Gas yang menjadi bisnis masa depan Pertamina ini. Pembentukan Direktorat Logistik juga menjadi tanda tanya lain, sebab Pertamina sampai hari ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang energi. Seyogyanya Board of Directors Pertamina menggambarkan fokus pada bidang energi tersebut. Untuk urusan logistik cukuplah dijewantahkan dalam tataran pelaksanaan di level teknis di bawah pejabat sekelas direktur. Pemaksaan pembentukan Direktorat Logistik ini dicurigai memiliki maksud-maksud lain yang pada akhirnya dapat merugikan Pertamina bahkan kedaulatan energi bangsa ini.

Dalam RUPSLB nanti, rencananya Kemen BUMN juga akan mengganti Direktur Pemasaran Pertamina yang saat ini dijabat Muchamad Iskandar dengan beberapa calon yang ditengarai akan diisi oleh pejabat dari instansi lain diluar Pertamina.

Jika dilihat dari rekam jejak Muchamad Iskandar, ia menjabat sebagai Direktur Pemasaran PT Pertamina (Persero) pada 02 Desember 2016 sampai sekarang berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN SK-264/MBU/12/2016 tanggal 02 November.

Muchamad Iskandar Menyandang gelar Sarjana Ekonomi. Dia mengawali karir di PT Pertamina (Persero) sebagai Trainee WP BBM di Medan pada 1991. Pria kelahiran Surakarta, 25 Agustus 1962 ini malang melintang di dunia pemasaran dengan menduduki berbagai jabatan dari Kepala Cabang Pemasaran, Manajer Penjualan, Manajer Gas Domestik, Vice President Retail Fuel Marketing, hingga SVP Fuel Marketing & Distribution.

Bisa dilihat, profil Direktur Pemasaran Pertamina ini merupakan orang lama yang merintis karir di Pertamina, dan telah merasakan asam garam dunia migas Indonesia. Jadi cukup mengherankan pula jika pada RUPSLB nanti ada pergantian Direksi Pertamina di bidang Pemasaran berasal dari eksternal dan bukan internal Pertamina sendiri.

Padahal dalam internal Pertamina masih banyak sumberdaya manusia yang handal dan mumpuni serta berintegritas untuk mengisi jabatan strategis ini. Salah satu keuntungan pergantian direksi berasal dari kalangan internal Pertamina adalah bisa cepat tune indan langsung bekerja karena sudah memiliki knowledge yang mumpuni dan tidak akan mengganggu performance Pertamina. Karena bisa dipastikan bahwa direktur baru dari luar Pertamina akan membutuhkan waktu untuk belajar dan dikhawatirkan akan menjadi problem baru, khususnya dalam menghadapi tahun politik 2018-2019.

Namun semua ini merupakan keputusan dari RUPSLB, apakah pada acara nanti mampu menghadirkan kebijakan atau solusi yang benar-benar dapat membuat Pertamina semakin fokus dalam mengelola perusahaan, termasuk meminimalkan risiko dan meningkatkan pemanfaatan aset agar menciptakan value creation yang berdampak pada target perusahaan. Semuanya tergantung pada hati nurani dan mindset yang hadir pada RUPSLB nanti.

Wassalam 

Sumber: https://seruji.co.id/kolom/opini/gas-masa-depan-energi-indonesia/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun