Namun sang istri juga tidak bisa melakukan apa-apa karena dirinya pun tidak bekerja. Mau minta cerai pun bingung dengan kebutuhan anak-anak mereka yang masih kecil yang kemungkinan besar hak asuh akan jatuh ke tangan ibunya. Hal yang sering terjadi ketika uang mereka habis adalah ribut sampai tetangga tahu. Adegan pemukulan sudah menjadi konsumsi bagi sang istri dan tak dapat dihindari.
Dari tiga kejadian tersebut bisa diambil benang merahnya, perempuan yang memang diberikan oleh Tuhan kesabaran seluas samudera, hati yang pemaaf dan jiwa yang pasrah terkadang tidak selalu beruntung dengan anugerah itu.Â
Banyak oknum yang dengan sengaja malah justru memanfaatkan "kelemahan" itu sebagai alat untuk bisa memperlakukan perempuan sesuka hati mereka.
Dari tiga kejadian itu pula, bisa terlihat para perempuan itu sudah sampai di titik lelah dan akhirnya mau buka suara terkait KDRT yang mereka terima dari laki-laki yang pernah bersumpah pada Tuhan akan menjadi pasangan yang sehidup semati yang akan terus menjaga, mencintai dan menyayangi seumur hidup.
Walaupun sudah ada undang-undang yang melindungi hak perempuan tapi apakah harus menunggu jatuh korban dulu baru kejadian ini berhenti? Apakah tidak bisa dicari jalan keluarnya untuk menjaga perempuan di Indonesia agar tidak mengalami kejadian kekerasan dan semacamnya?
Kira-kira adakah harapan pada para perempuan calon pimpinan daerah untuk bisa menyelesaikan permasalahan ini? Saya pribadi berharap demikian.
Mungkin salah satu gagasannya adalah memperbanyak sosialisasi tentang bagaimana caranya membekali diri untuk menjadi perempuan yang kuat dan mandiri pada banyak perempuan Indonesia baik yang berpendidikan tinggi maupun rendah.Â
Memang selama ini sudah cukup banyak seminar tentang perempuan yang diadakan secara gratis, namun dalam tiap pertemuan pesertanya terbilang cukup banyak, sehingga yang terjadi adalah mayoritas dari peserta hanya mendengarkan pembicara tanpa ada interaksi dua arah yang cukup.Â
Sepertinya yang perlu dibuat adalah konseling berkala. Baik konseling pernikahan, konseling psikologi sampai karir. Memang harus dikerahkan banyak konselor untuk merealisasikannya, karena menurut Badan Pusat Statistik pada Februari 2024, tercatat penduduk Indonesia berjenis kelamin perempuan mencapai 136,3 juta orang atau 50% dari total penduduk.Â
Konseling ini juga jangan diperuntukkan hanya untuk perempuan yang sudah menikah saja, yang belum menikah bahkan yang masih duduk di bangku sekolah (level SMA) juga dianjurkan untuk turut serta. Hal ini untuk membentengi diri dari kejadian yang tak diharapkan.
Gagasan lainnya mungkin dengan mensosialisasikan keberadaan psikolog dan psikiater, bahwa keberadaan mereka yang tidak hanya diperuntukkan untuk orang yang memiliki gangguan kejiwaan.Â