Kelompok kami pun digiring Mbak Incess ke lantai 1, ruang kamar tidur Tadashi Maeda. Setahun lalu lantai 1 masih dalam proses renovasi sehingga pengunjung masih belum bisa mengaksesnya. Beruntungnya di tahun ini, ruangan itu sudah siap untuk menyambut para pengunjungnya.
Ada tiga ruangan di lantai atas. Yang semula adalah kamar tidur, sekarang difungsikan sebagai ruang pameran barang-barang peninggalan. Walau tak banyak koleksinya namun cukuplah mejadi ikon bahwa ruangan itu menjadi salah satu bukti sejarah bahwa bangunan ini bukan bangunan biasa.
Setelah puas berfoto, kami kembali ke lantai bawah di mana pengunjung bisa masuk ke dalam ruang film dan menonton sejarah singkat tentang Jepang yang sempat menduduki Indonesia namun akhirnya menjadi saksi bagaimana bangsa hebat ini akhirnya merdeka.
Selain ruang tamu dan ruang makan, di lantai bawah juga terdapat ruangan di mana naskah proklamasi diketik. Dalam ruang tersebut terdapat diorama Sayuti Melik yang tengah duduk sambil mengetik naskah proklamasi yang sebelumnya ditulis tangan oleh Soekarno. Beberapa kalimat juga diubah oleh Sayuti Melik demi menyempurnakan naskah yang dibacakan di tanggal 17 Agustus 1945 itu.
Salah satunya adalah penulisan "Djakarta, 17-8-'05" yang kemudian diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05." Termasuk penulisan Atas Nama Bangsa Indonesia yang sebelumnya ditulis Soekarno dengan wakil-wakil bangsa Indonesia.
Bukan tanpa alasan para tokoh kemerdekaan menunjuk Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi, beliau memang sudah terbiasa dengan dunia literasi. Hobinya sejak usia belasan adalah membaca majalah Islam Bergerak. Beliau kerap menulis tentang politik yang akhirnya membuat dirinya seringkali dipenjarakan oleh pemerintah Belanda kala itu. Kecintaannya pada dunia literasi dan ingin menyuarakan semangat bangsa Indonesia, membuat Sayuti Melik dan istrinya, SK Trimurti, di tahun 1938 mendirikan surat kabar Pesat di Semarang.