Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Lagi Sebut Dia Anak Yatim

28 Oktober 2023   13:43 Diperbarui: 28 Oktober 2023   15:14 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maya mendekati pedagang sekoteng yang sejak tadi menemaninya bekerja. "Jam berapa?" tanyanya dengan alis mata yang naik sebelah.

"Sebelas, udah mau balik?" tanya tukang sekoteng sambil mencuci beberapa mangkok keramik bermotif khas Cina.

"Nitip, ya," ucap Maya sembari meninggalkan tas selempang bermerek FILE, plesetan dari FILA. Tas yang dibelinya di pasar Pondok Gede dengan harga 15 ribu. Tas yang sehari-hari dipakai untuk menyimpan uang receh, handuk kecil, sabun cair dan kaleng kecil berisi cat warna perak.

Tak seberapa lama, Perempuan itu muncul lagi. Tubuhnya sudah bersih. Aroma cat berganti harum sabun mandi. Yang masih tersisa hanya bintik merah di beberapa bagian kulitnya, efek alergi pada cat yang setiap hari jadi masker tubuh selama berjam-jam.

"Mau bungkus sekoteng?" tanya Haidir, tukang sekoteng itu.

"Nggak usah, Dir. Tiap hari gue bawa pulang mulu, nanti anak gue curiga emaknya ada main sama tukang sekoteng," kilah Maya seraya merapikan barang-barangnya.

Haidir menahan tawa, sama sekali tak ingin membalas perkataan perempuan mandiri di depannya. Banyak pria yang menggoda Maya di pasar, sampai ada yang hanya ingin merasakan tubuhnya. Kehidupan gelap pasar memang selalu menyimpan kebengisan orang-orang yang sudah bosan dengan kehidupan dengan sedikit uang. Untungnya, Maya memilih untuk tetap sendiri. Menjadi tulang punggung untuk seorang anak laki-laki yang ditinggal pergi bapaknya yang biadap. Ia ingin menebus kesalahan 9 tahun yang membawanya sampai di titik kelam ini.

Setelah sekali lagi Maya bertanya perihal jam pada Haidir, ia pun bergegas pamit. Sudah jadi kebiasaan sebelum jam 12 malam ia harus sampai di kontrakan kecilnya.

*

Boni sudah tertidur di kasur palembang yang kian tipis dan lusuh. Kasur hibah dari tetangga yang kebetulan pindah rumah. Anak laki-laki itu tak pernah mempertanyakan siapa ayahnya. Tak pernah pula ingin tahu apa pekerjaan ibunya hingga selalu pulang larut malam. Tiap kali ada orang yang bertanya, 'sudah besar mau jadi apa, Bon?' pria kecil itu akan menjawab "Mau naikkin derajat ibu."

Maya tak pernah meminta apa-apa pada anaknya pun kelak jika besar nanti. Perempuan itu merasa belum bisa memberi kehidupan layak seperti kebanyakan orang tua lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun