Lepas dari sana, kami langsung diarahkan menuju ke Taman Suropati dengan berjalan kaki. Taman yang dulu hanya sekadar tempat nongkrong buat saya, kini saya jadi tahu siapa pencetusnya dan bagaimana proses pembangunannya. Taman ini awalnya bernama Burgemeester Bisschopplein (sesuai dengan nama walikota asli Belanda yang saat itu menjabat di Hindia Belanda). Akan tetapi setelah kemerdekaan Indonesia, namanya diubah menjadi Taman Suropati yang berasal dari nama pahlawan, Untung Suropati. Jujur, dengan bergabung di Koteka dan mengenal Komunitas Wisata Jakarta membuat saya ingin tahu latar belakang pembangunan semua tempat wisata di ibukota ini.
Selesai dari Taman Suropati, acara jalan kaki dilanjut menuju area Jalan Surabaya. Miris melihat kondisi di sana sekarang. Ruko yang berderet-deret itu banyak yang tutup. Efek pandemi kemarin membuat banyak pengusaha gulung tikar. Kami hanya menemukan 3-4 toko saja yang masih beroperasi.Â
Kami juga sempat berhenti sejenak di depan rumah mendiang Bung Hatta yang terletak di jalan Diponegoro no.57.Â
Tujuan selanjutnya adalah pelataran Bioskop Metropole yang dulu bernama Bioskop Megaria yang dibangun pada 11 Agustus 1949 sampai dengan 1951. Tak ada jadwal masuk dalam bioskop, kami hanya diberi sedikit penjelasan tentang sejarahnya saja dan diberi waktu untuk sejenak berfoto, ada tujuan akhir yang menunggu.
Setelah berjalan kurang lebih 2 kilometer, kelompok kami pun sampai di Monumen Proklamasi. Di lokasi ini terdapat 3 tugu. Tugu Petir, Tugu Peringatan Ulang Tahun Proklamasi, dan Tugu Proklamator yang masing-masing memiliki maknanya sendiri.