Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinderamata dari Old Lubby's Shop

1 September 2023   05:15 Diperbarui: 2 September 2023   01:00 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku suka buku, mendengarkan musik. Ya, semacam itu."

Pria itu memberi kode agar aku mengikuti langkahnya. Kami beriringan masuk ke ruang yang lebih dalam. Ternyata toko ini bertingkat namun tak nampak dari luar. Menaiki anak tangga berbahan kayu membuatku harus sedikit berhati-hati. Bobotku lebih besar dari pada pemilik toko ini.

Kembali lagi aku berhadapan dengan beberapa rak namun sedikit lebih pendek dari yang ada di ruang bawah tadi. Sederet Compact Cassette ditata dengan sangat rapi. Aku merabanya, tak kurasakan ada debu yang menempel. Hebat!

"Aku punya album The Rise and Fall of Ziggy Stardust and the Spiders from Mars dari David Bowie. All the Young Dudes milik Mott the Hoople, mungkin? Atau album Blue Swede? Ada juga ...,"

"Tuan, boleh biarkan aku melihat semua koleksimu dulu?" kupotong usaha promosinya. Jujur, semua yang ia sebutkan terdengar asing. Aku tak kenal siapa mereka. Mungkin aku terlalu muda atau terlalu cuek dengan band-band di masa itu. Tapi yang pasti, aku tak pernah nyaman jika ingin berbelanja ada pramuniaga yang sibuk menjelaskan ini dan itu.  

Old Lubby lagi-lagi mengangguk, kali ini tanpa senyum. Baguslah, lagi pula kami sesama pria. Untuk apa melempar senyum berlebihan?

"Jika sudah ada yang kau pilih, kau bisa membayarnya di lantai bawah. Sebelah pintu masuk," ucapnya dingin lalu meninggalkanku secepat angin.

Aku bergegas meninggalkan rak-rak kaset, bergerak menuju koleksi buku-buku tua. Kukira itu jauh lebih menarik. Sesuai profesiku sebagai seorang no..., ah, belum. Aku belum menjadi seorang novelis. Jika Luke, temanku yang sudah merilis novel perdananya itu mendengar aku mengaku sebagai novelis, bisa jadi buku Lord of the Flies mendarat di kepalaku.

Mataku berpindah dengan cepat dari satu buku ke buku yang lain. Dan aku menangkap sesuatu yang menarik. Sampulnya berwarna hitam berbahan kulit. Untungnya pramuniaga tua itu tidak melapisi semua koleksinya dengan plastik, sehingga aku bisa membaca sedikit isi di dalamnya sebelum benar-benar membelinya.

Halaman demi halaman kubuka perlahan. Aku bisa mencium aroma kertasnya yang usang. Buku ini ternyata ditulis tangan. Rapi sehingga tak perlu usaha keras untuk membacanya.

"Perempuan kecil datang, entah dari mana. Hadir sebagai teman yang baik. Sejak matahari bersinar, sampai bulan mengembalikan pagi, anak perempuan itu tak pernah pergi. Bahkan saat tak merasa kesepian pun dia selalu ada. Jangan menolaknya, karena mulai dari kau tahu ini, ikatan itu dimulai."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun