Lala, seekor lalat betina kecil yang sedang asik bermain terpaksa harus pulang karena senja akan segera datang. Sebagai seekor lalat, mata Lala memang rabun, sehingga ia sulit melihat dalam kondisi hari yang gelap atau kurang pencahayaan. Oleh karena itu sebelum matahari terbenam Lala sudah harus sampai di rumah.
Lala pulang ke sebuah persawahan yang memiliki rumput-rumput yang tinggi. Tempat itulah yang dipilihkan orang tuanya untuk tempat tinggal mereka. Lula, ibunya, terlihat terbang rendah memutari sawah dengan perasaan tak karuan, hal itu biasa dilakukannya jika belum melihat Lala kembali ke tempat tinggal mereka. Lala seringkali bermain terlalu jauh sebab jiwa petualang dan rasa ingin tahunya sangat besar.
"Ibu, maaf, aku baru pulang mendekati senja, aku terlalu asik bermain," kata Lala.
"Besok jangan diulangi, ya. Itu sangat berbahaya, Nak." terang Bu Lula.
Lala mengangguk cepat sambil mengelus perut kuningnya yang buncit. Ia merasa sangat mengantuk karena seharian ini dia banyak mendapat makanan dari sebuah rumah yang jaraknya sekitar 9 kilometer dari tempatnya tinggal. Sayapnya pun terasa begitu lelah.
"Sepertinya kau kekenyangan, makan apa tadi?" tanya Bu Lula.
Lala menutup mulutnya menahan malu karena ketahuan Ibu.
"Ibu, aku menemukan sebuah rumah yang isinya banyak sekali makanan. Ada madu, sayur dan buah-buahan matang, pokoknya banyak sekali dan aku suka." cerita Lala dengan sorot mata bahagia.
"Apa mereka tidak mengusir Lala?" tanya Ibu lagi.
"Tentu saja. Ada seorang anak kecil yang mengusirku, Bu. Ia diperintahkan oleh ibunya. Tapi aku kan lihai terbang, jadi dia tak bisa menangkapku." Balas Lala berbangga hati.
Ibu kembali menasehati Lala, bahwa lebih baik mencari makanan di tempat yang lebih aman, yang sekiranya tidak ada hal yang bisa membahayakan eksistensi mereka. Lalat memiliki masa hidup yang pendek, hanya sekitar 30 hari saja. Ibu ingin Lala tetap hidup sampai batas akhir usianya bukan karena sebuah kesengajaan yang dilakukan oleh manusia yang membenci keberadaan mereka atau pemangsa lain yang menginginkan mereka sebagai makanannya.
Ibu Lula selalu menceritakan banyak dongeng pada Lala sebelum tidur. Dalam tiap ceritanya, selalu diselipkan petuah-petuah penting untuk anak kesayangannya. Sebenarnya Lala masih ingin mendengarkan dongeng-dongeng ibu, namun sayang sekali, matanya tak bisa diajak bekerjasama, tubuhnya pun lelah luar biasa. Lala akhirnya tertidur sepanjang ibunya bercerita.
*
Lala bangun setelah dua ratus menit tertidur, karena kaum lalat memang tidak pernah bisa tidur berlama-lama. Mereka harus tetap waspada dari para predator yang akan datang memangsa. Lala biasanya terpaksa bangun jika mendengar suara kodok di sekitar mereka. Kodok adalah salah satu predator yang paling Lala benci karena ayah Lala mati dimangsa hewan berjenis amfibi itu.
Saat Lala membuka mata, Ibunya sudah pergi, pastinya ia sedang mencari makanan. Biasanya Ibu mencari makanan di area yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Ibu Lula sudah tua, sehingga ia lebih mudah lelah dari pada lalat-lalat muda seperti Lala.
Tujuan hari ini, aku akan kembali ke rumah yang kemarin lagi, kata Lala dalam hati. Lala mengepakkan sayapnya cepat-cepat, energinya sudah kembali, dengan penuh semangat tubuhnya melesat meninggalkan area persawahan.
Sepanjang perjalanan, Lala kecil bertemu dengan gerombolan kawan-kawannya. Ada Una, Omi, dan masih banyak lagi. Mereka memang sudah membuat janji untuk kembali ke tempat kemarin. Lala dan kawan-kawannya membayangkan hari ini akan mendapatkan lebih banyak makanan yang akan membuat perut mereka menjadi sangat kenyang.
Belum sampai di tempat tujuan, Lala sudah mencium aroma madu. Indera penciuman lalat memang cukup tajam. Tapi, Lala mencium aroma makanan bukan melalui hidung. Lalat punya antenna dan bulu-bulu halus yang mereka gunakan untuk mendeteksi keberadaan sumber makanan. Sehingga mereka memang hanya akan mendatangi tempat-tempat di mana makanan tersedia.
 "Ayo, semangat, tempatnya sudah dekat, kawan-kawan," perintah Lala seperti seorang komandan. Kepakkan sayap para lalat pun semakin cepat, mereka ingin buru-buru sampai ke lokasi yang menjadi tujuan.
Akhirnya kawanan lalat itu pun sampai di depan sebuah rumah mewah. Lala memberi aba-aba agar mereka masuk dengan hati-hati. Lala terbang paling depan, sementara kawan-kawannya mengikuti di belakang. Lala terbang perlahan mendekati sumber makanan yang aromanya semakin kuat. Mereka akhirnya sampai di ruang makan di mana tersedia banyak sekali makanan kesukaan para lalat di sebuah meja besar. Mata lalat yang memiliki hampir empat ribu lensa membuat mereka bisa memeriksa keamanan di sekitarnya. Setelah memastikan kondisi aman, para lalat menyebar ke makanan-makanan yang mereka inginkan. Lala mulai mendekat ke sebuah cawan besar berisi madu. Lala hinggap di pinggiran cawan kemudian menjilatinya perlahan. Ia begitu menikmati santapan pertamanya ini. Una si lalat buah memilih tumpukkan stroberi merah yang tampak matang sempurna.
"Omi, kau mau ke mana?" tanya Lala dengan suara berbisik, matanya menangkap Omi perlahan justru bergerak menjauhi meja makan.
"Aku mau kembali ke luar. Antennaku mencium aroma daging busuk di tempat sampah. Sebagai lalat hijau, aku lebih suka itu dari pada makanan-makanan di meja ini,"
"Hati-hati, ya. Jika sudah kenyang, kami akan menyusulmu, lalu kita pulang."
*
Saat tengah menikmati santapan mereka, tiba-tiba Una menghentikan aktivitasnya. Matanya menangkap kedatangan sosok manusia. Mungkin ia adalah pemilik makanan-makanan enak ini. Pikir Una.
"Lala, hei, Lala." bisik Una.
"Ada apa, Na?"
"Cepat sembunyi, ada yang datang!"
Lala bergegas terbang rendah untuk sembunyi di kolong meja makan. Ia yakin itu adalah tempat paling aman. Sementara Una buru-buru menyelipkan diri di balik stroberi-stroberi besar dan mengintip sesekali dengan rasa takut.
Rupanya manusia ini adalah yang kemarin hendak menangkap mereka. Una memperhatikan manusia itu membawa lilin dalam sebuah mangkuk dan meletakkannya di atas meja kemudian menghilang dari pandangan mereka.
Saat memastikan manusia itu tak ada lagi di dekat mereka, Una memberi kode pada Lala untuk keluar dari tempat persembunyiannya.
"Apa yang ia lakukan?" tanya Lala.
Belum juga Una menjawab, Lala begitu takjub melihat sebuah cahaya terang di meja makan. Semua makanan menjadi terlihat lebih jelas dari sebelumnya. Lalat suka dengan suasana yang terang, kondisi itu membuat mata mereka yang rabun bisa sedikit lebih baik. Lala memutari sumber cahaya itu penuh semangat, sayapnya yang transparan naik dan turun serupa manusia yang tangannya sedang menari.
"Aku belum pernah melihat seterang ini, kurasa terangnya melebihi matahari," puji Lala.
Una tak mendengarkan kata-kata Lala, ia lebih fokus menghabiskan stroberi yang sempat ditinggalkannya karena kedatangan sosok manusia tadi.
Lala terbang semakin dekat ke arah cahaya yang sumbernya dari lilin yang menyala itu, tanpa sengaja salah satu sayapnya terbakar. Lala limbung, tubuhnya tergelincir ke dalam mangkuk lilin yang ternyata berisi air. Lala panik, kedua sayapnya basah kuyup, ia tak bisa keluar dari kubangan itu. Una bingung karena tak bisa membantu sahabatnya. Una memutuskan meninggalkan Lala, ia berniat  menyusul Omi yang masih berada di tempat pembuangan sampah untuk meminta bantuan. Una berharap kawanan itu bisa bekerjasama mengangkat tubuh Lala.
Namun, belum sampai teman-temannya itu muncul, tubuh Lala semakin lemah, ia kesulitan bernapas. Lala menutup matanya, namun antenna yang menjadi indera pendengarannya seakan menangkap suara ibu. Suara merdu yang terakhir ia dengar semalam.
Jika saja semalam Lala tidak pulang dengan kondisi kekenyangan, mungkin ia masih tetap terjaga dan mendengar dongeng ibunya, sehingga kejadian hari ini tidak akan menimpanya.Â
Padahal ibunya sempat menyelipkan sebuah nasihat penting untuknya di malam itu, "Anakku, jangan mendekati cahaya lilin, itu jebakan untuk kita. Â Ibu, kau, dan semua lalat di dunia ini suka sekali dengan cahaya terang. Tapi ingat, Sayang, semua yang indah dan memanjakan mata tak selalu menciptakan kebahagiaan, terkadang ia bisa juga berbahaya dan mematikan."
-selesai-
Dari Bekasi dini hari,
Salam sayang,
Ajeng Leodita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H