Otak jahat saya bekerja dengan cepat, saya kira penjual menggunakan jasa pesugihan untuk warungnya.Â
Image yang tercipta selama ini, kebanyakan warung menggunakan jasa klenik semacam itu untuk melancarkan bisnisnya. Jika pun tidak, mungkin karena harganya lebih murah atau ragam yang dijual lebih lengkap.Â
Tapi warung Cahaya ini tidak berbeda, justru sedikit lebih mahal jika dibandingkan dengan yang lain. Selisihnya bisa 1-2 ribu rupiah untuk tiap jenisnya. Apa saya salah jika berpikir bahwa si pemilik usaha menggunakan klenik? Tidak, kan?
Selama beberapa bulan hal itu terus menjadi bayang-bayang menyeramkan. Saya berpikir betapa kasihannya pesaing-pesaing lain yang berusaha berjualan dengan cara yang halal, mengingat saat ini sulit sekari mencari pekerjaan dan mungkin membuka warung kelontong adalah satu-satunya pilihan.
Namun, setelah saya melakukan "survey diam-diam" dari para tetangga, akhirnya saya tahu kenapa Warung Cahaya menjadi incaran banyak warga.
Warung yang dikelola sudah hampir 4 tahun oleh pemiliknya menyediakan sistem paylater. Alias bayar belakangan atau kasbon atau utang.  Bukan hanya Opo, Sopi, Toped, dan segenap e-commerce lain yang memiliki program itu, Warung Cahaya pun punya.Â
Bukan tanpa syarat juga pastinya. Pemilik warung itu bisa mendeteksi mana pembeli yang sering datang dan mana yang baru satu atau dua kali berkunjung. Yang sering datang diberi kesempatan untuk utang belanja maksimal 300k sebulan. Hal itu bisa dikatakan lumayan untuk para IRT yang hanya menunggu gaji bulanan dari suami. Sistem kepercayaan bekerja di sini.
Saya pernah mencoba bertanya pada si penjual yang seorang suami istri paruh baya yang tampilannya sangat sederhana.Â
"Pernah ditinggal kabur sama si penghutang?"
"Pernah, tapi rejeki nggak ke mana, pasti ada rejeki lain sebagai pengganti. Tapi masih lebih banyak yang Amanah, jadi ya Alhamdulillah,"
Sesungguhnya saya salut, masih ada orang-orang seperti beliau di era seperti sekarang ini, saat kepercayaan sudah tak bisa lagi menjadi acuan.