Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Manis di Pesawat Menuju Paris

20 Oktober 2022   15:42 Diperbarui: 20 Oktober 2022   15:53 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.aliexpress.com/

"Kasihan anaknya nanti, bapaknya nganggur, cuma gambar-gambar doang. Anaknya mau dikasih makan lukisan?"

Baik Moko atau pun Meni sama sekali tak ingin menceritakan mengapa pernikahan mereka sampai terjadi dan kenapa Meni mau memilih pria itu yang menikahinya. Takdir yang mempertemukan kedua orang yang terbelenggu dalam satu kekhawatiran yang sama. Sudah jalannya. 

Dalam sebuah pernikahan tidak perlu punya alasan untuk dipersatukan.

Buah kesabaran Moko atas hujatan demi hujatan akhirnya muncul juga. Seorang kolektor lukisan ingin membeli hampir seluruh hasil karyanya. Seorang wanita tua yang ingin memenuhi isi dalam rumahnya dengan lukisan bertema perempuan, dan kebetulan Moko lebih sering melukis Meni di atas kanvasnya. Tak main-main, harga yang ditawarkan kolektor itu sangat fantastis. Rejeki anak, kalau kata orang tua.

Akhirnya tiba saat Meni melahirkan buah cinta mereka. Amaranggana, gadis kecil berwajah oval dan memiliki rambut ikal mirip ibunya dengan mata bulat indah turunan ayahnya.

Namun sayangnya Meni mengalami perdarahan luar biasa setelah berhasil melahirkan anak mereka. Ia pun meninggal dunia. Moko sesak, kehilangan sebelah jiwanya. Meni tak mendapat kesempatan memeluk Amaranggana lebih lama.

*

Belasan tahun berlalu,

Amaranggana berangkat ke Paris karena lukisannya memenangkan sebuah event bergengsi. Moko menemaninya. Pria yang kini berusia senja itu menggenggam erat gadis kecilnya yang sudah beranjak dewasa. Moko sangat bahagia, bukan karena ia berhasil mendidik anak satu-satunya hingga menjadi pelukis muda yang hebat, melainkan kabar baik sebelum pesawat mereka lepas landas ke udara.

"Anak anda tidak terpapar HIV, Pak. Sdri Amaranggana dinyatakan sehat."

Moko melempar pandangan pada senja di luar jendela pesawat yang main meninggi ribuan kaki, ia berusaha membayangkan pesawat ini bisa sebentar saja mengantarnya menemui Meni dan menceritakan bahwa rantai virus itu akhirnya putus. 

Bekasi,

20 Oct 22

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun