"Maaf sebelumnya nggih, Bu. Apa Ibu ingat ada karyawan yang namanya Dian sama Meti?"
"Yang sakitnya berbarengan itu, ya? Bagaimana kabarnya sekarang?"
"Sudah nggak pernah dengar lagi, Bu, Kayaknya ganti nomor. Tapi mereka itu sakit waktu habis mau ambil barang di sanggar. Mereka sudah sampai gerbang, nggak punya kunci. Mereka lihat ada mobil Ibu di dalam, mereka pencet-pencet bel tapi Ibu ndak bukakan pintu,"
"Saya nggak tahu, tapi saya kan sudah bilang kalau libur nggak usah ke sanggar. Ngeyel banget. Ya sudah biar aja. Kita tunggu saja sampai Rosna kembali masuk. Lalu tolong kabari teman-teman yang lain, saya ada rencana untuk mengadakan peragaan busana untuk kebaya-kebaya di sanggar. Saya mungkin akan jarang datang karena harus cari beberapa sponsor acara."
Widya mengangguk walaupun sedikit bingung. Tidak pernah ada wacana semacam ini sebelumnya. Tapi sebagai karyawan, ia tak terlalu ingin banyak bertanya.
 *
Persiapan menjelang peragaan busana semakin dekat, semua karyawan kerja sedikit lebih berat dari biasanya. Semua kebaya yang ada dikeluarkan dari lemari-lemari kaca. Beberapa model bolak balik datang ke sanggar untuk fitting kebaya. Semua beraktivitas seakan tanpa jeda.
Miranti membisikkan sesuatu pada Nining, ia mengajak perempuan yang usianya tak terlalu berbeda jauh dengannya itu ke ruang kerja pribadinya. Mereka bicara empat mata.
"Ning, kebaya simbah disemprot pewangi saja."