Di Ruang Komputer dan Teras Kelas
Pandangannya tak berkedip dari layar komputer meja yang segaris dengan tempat duduknya. Sesekali jari telunjuk kiri dan kanannya memberikan bunyi tet-tet pada tuts keyboard yang sedikit miring dari garis dadanya. Kadang pula matanya dipejamkan. Ia terus mencoba merangkai kata yang dimungkinkan menghasilkan kalimat yang runut dan enak dibaca. Imajinasinya terus diperas. Dan ruang komputer adalah sahabat karibnya.
Aku berupaya agar sibakan angin karena adanya aku di belakangnnya tidak membuat ia kehilangan kosentrasi. Langkah kakiku pun kujaga agar tidak menghasilkan bunyi saat meninggalkannya.
Lalu, di teras kelas kudengar ada suara dialog. Kubiarkan saja tanpa ada pertanyaan ‘lagi buat apa’. Pada tangan mereka ada buku yang gambar sampulnya begitu indah. Tidak terlalu tebal. Sesekali mereka membolak-balikan lembarnya. Keduanya kerap mengeluarkan kata-kata: “Menurut saya…”. Wah! Ternyata mereka asyik membicarakan buku yang sudah dibacanya.
Pada lajur yang sama, ada siswa yang bersandar santai di tiang teras. Mulutnya sedikit berkomat-kamit. Sesekali tangannya digerakkan laiknya memimpin sebuah orkestra. Mereka menikmati deretan huruf dari buku yang digengggamnya begitu hidup. Begitu menjiwa dan seolah-olah mereka adalah pelakon utamanya.
Aku membalikan tubuhku tepat 180 derajat. Senyum dalam gerak menunduk kulukis kegembiraanku. Namun saat ingin sedikit melebar, seorang guru muda berbisik kepadaku: “Mereka itu anak-anak mahir, Pak.”
“Oh, berarti ini adalah proses dan hasil yang mulai terasa dari aksi Sterlinu (klaSter, LIterasi, dan NUmerasi) sepanjang tahun ini,” gumamku.
Aku mengangguk tak terhitung sebagai rasa bangga dan terima kasihku. Program yang digagas berdasarkan rapor pendidikan tersebut sedikit demi sedikit bisa dinikmati hasilnya.