Mohon tunggu...
Tobias TobiRuron
Tobias TobiRuron Mohon Tunggu... Guru - Hidup adalah perjuangan. Apapun itu tabah dan setia adalah obatnya.. setia

Anak petani dalam perjuangan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Bintang Redup

4 Februari 2023   07:13 Diperbarui: 4 Februari 2023   07:18 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkenalkan namaku Apolonius Ile Sukun. Anak pertama dari 5 bersaudara. Lahir pada tanggal 19 April 1988, dari pasangan Alm. Dominikus Rehi Sukun (Ayah) dan Petronela Peni Baluk (Ibu). Orang-orang biasa memanggilku dengan nama Ponsu. Aku lahir di tengah keluarga sederhana dengan ayah berprofesi sebagai petani dan ibu sebagai ibu Rumah Tangga.

Masa kecilku bisa dibilang biasa-biasa saja selayaknya anak-anak yang lain. Namun ada peristiwa naas yang sangat tersimpan jelas dalam memori ingatanku. Pada saat itu saya berusia 4 Tahun lebih. Tepat pada tanggal 12 Desember 1992 terjadi gempa bumi yang sangat hebat mengguncang pulau Flores dan sekitarnya yang mengakibatkan banyak rumah dan bangunan-bangunan lain roboh. Diantaranya termasuk rumah tempat tinggal keluarga kami roboh hingga rata dengan tanah. Pada saat itu adiku yg nomor 3 masih bayi (usia 3 bulan). Kami tidak memiliki tempat tinggal lagi. Untunya masih ada Omku Mateus mau Baluk (saudara dari mama) yang baik hati yang mau menerima kami sekeluarga untuk menumpang tinggal di rumahnya sementara selama proses pembangunan ulang rumah tempat tinggal kami.

Pada Tahun 1996 saat aku memasuki usia Sekolah Dasar, aku diboyong oleh adik bungsu dari mama (Petrus Sanga Baluk) untuk ikut dengannya dan bersekolah di kekolah tempat dika mengabdi. Pada saat itu dia menjadi penjaga sekolah di SD Inpres Kimakamak Kecamatan Ile Ape di Pulau Lembata.

Saat itu Lembata belum memisahkan diri dari Kabupaten Flores Timur. Di sana kami hanya tinggal berdua d mess guru. Di sekolah itu saya hanya bersekolah selama 1 Tahun lebih. Hingga pada akhir tahun 1997 (saya kelas 2 SD) saya harus pindah ke kota Lewoleba, tepatnya di SD Inpres 2 Lewoleba, karena Om Petrus Sanga dipindah tugaskan ke Kantor Dinas P dan K kota Lewoleba.

Di Lewoleba kami tinggal di rumah kontrakan di wangatoa. Di sana ada tetangga yang benama Bapak Dominikus Dulu Nilan bersama keluarga, yang berasal dari Waipukang (Ile Ape). Beliau dan keluarga sangat baik. Mereka sudah menggapainya kami seperti keluarga sendiri. Begitupun sebaliknya. Hingga pada suatu saat Om Petrus mendapat tugas Dinas ke kota Larantuka 1 minggu. Saya dititipkan kepada keluarga bapak Duli.

Setelah selesai tugas di kota kabupaten, om Petrus kembali ke lewoleba dengan membawa berita duka bahwa ayah saya(Dominikus Rehi Sukun) telah meninggal 1 bulan yang lalu. Mendengar berita itu,saya menagis sejadi-jadinya dipangkuan mama kewa(istri bapak dulu). Saya sangat sedih kehilangan sosok ayah

Sekitar 6 bulan kemudian tepatnya bulan Oktober 1999,  saya dan om Petrus pindah kembali ke kampung tempat asalku Lamatou. Saya pindah kesekolah SDN Lamatou ketika duduk di bangku kelas 4. Di sini saya kembali bertemu dengan teman2 sebaya. Sejak saya di SDN Lamatou dari kelas 4 hingga kelas 6,ada beberapa teman yang tertinggal kelas ada juga yg DO.

Di kelas 6 pada masa itu setiap tahun selalu diadakan lomba mata pelajaran tingkat kecamatan hingga tingkat nasional. Ada 5 siswa yg terpilih untuk menjadi peserta lomba mewakili SDN Lamatou. Saya dipilih untuk mengikuti lomba mata pelajaran IPA di tingkat kecamatan Tanjung Bunga saat itu. Perlombaan terjadi di Waiklibang yg menjadi ibukota kecamatan. Di sana saya keluar menjadi juara dan mendapat tiket untuk lanjut mengikuti lomba di tingkat kabupaten Flores Timur.

Sepulang dari waiklibang, setiap hari saya mendapat tugas latihan dari guru mapel IPA untuk dikerjakan. Semua bahan latihan dari kelas 4 hingga kelas 6 menjadi makanan saya setiap hari sampai tiba waktu perlombaan tingkat kabupaten yg terjadi di kota Larantuka.

Hingga waktu perlombaan di tingkat kabupaten tiba, saya dan beberapa teman yg menjadi juara 1 pada saat perlombaan d tingkat kecamatan, kami berangkat ke kota Larantuka untuk mengikuti perlombaan d tingkat kabupaten. Di sana kami rombongan yg mewakili kecamatan Tanjung Bunga menginap di hotel Fortuna.

Keesokan harinya, kegiatan lomba berlangsung di gedung SDI Ekasapta. Kembali saya keluar menjadi juara 1 dan siap mewakili kabupaten Flores Timur untuk mengikuti lomba antar kabupaten se-NTT di tingkat provinsi. Sepulang dari Larantuka, setip hari saya lalui dengan menyelesaikan tugas latihan mata pelajaran IPA yang berikan oleh guru pembimbing.

Hingga waktu untuk berangkat ke kupang tiba, di sekolahku mengadakan acara pelepasan saya untuk berangkat mengikuti lomba d Kupang. Di acara pelepasan itu, turut hadir juga beberapa tokoh adat, tokoh masyarakay dan bapak Gabriel gekeng Ruron (kepala Desa pada saat itu). Soreh itu juga saya bersama pak Frans koten berankat ke larantuka untuk bergabung bersama rombongan dan siap untuk berangkat ke kupang.

Di Kupang kami tinggal di Hotel (lupa nama) yang tidak jauh dari gedung tempat diadakan perlombaan. Keesokan harinya saya didatangi Bapak Gabriel Gekeng Ruron yg rupanya ikut juga ke Kupang untuk mensuport saya di perlombaan. Disaat itu rasa percaya diri saya untuk mengikuti lomba semakin kuat.

Setelah 2 hari istirahat, kini tiba hari yang ditunggu. Perlombaan dibagi menjadi 3 bagian yaitu: Tertulis,Cerdas cermat dan Cepat tepat. Ketika memasuki ruangan perlombaan Tertulis, saya merasa sangat percaya diri dengan bekal yg diberikan oleh guru pembimbing saya. Saat membuka lembaran soal, saya kaget. Hampir 100% soal adalah soal latihan yang selama beberapa hari sebelumnya sudah saya kerjakan bersama pak Frans. 30 menit saya selesai dan ketika diperiksa ternyata tidak ada jawaban saya yang salah.

Masuk ke babak berikut yaitu Cerdas cermat. Di babak ini saya masih unggul dengan poin tertinggi. Selanjutnya babak terakhir yaitu Cepat tepat. Dibabak ini peserta dari sumba barat mendapat urutan perolehan poin di posisi pertama dan saya berada di posisi kedua. Disinilah terjadi perselisihan pendapat antara panitia dan pendamping peserta lomba. Pantitia langsung mengambil keputusan bahwa yang menempati posisi pertama di babak terakhirlah yang keluar menjadi juara. Namun tidak sedikit juga peserta rapat yang protes bahwa untuk dapat menentukan sang juara maka harus menghitung akumulasi poin dari ke tiga babak. Namun panitia tetap pada keputusan. sehingga saya dan rambongan harus puas dengan hasil keputusan panitia. Kami kembali ke Larantuka dengan membawa 1 piala juara 2 Mata pelajaran IPA. Sedangkan teman-teman dari mata pelajaran lain tidak mendapat juara.

Dari perlombaan mata pelajaran tingkat Sekolah Dasar pada tahun Ajaran 2001/2002, saya menyumbangkan 2 piala untuk SDN Lamatou. Piala juara 1 tingkat kabupaten dan piala juara 2 tingkat provinsi.

Setelah lulus SD saya melanjutkan ke tingkat SMP di SMPN 1 Larantuka. Tidak pernah ada lagi prestasi yg diukir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun