Cuaca pagi itu Sabtu (18/6) cukup cerah. Bersama tiga orang teman kamipun berangkat  ke SDI Bou. Sebuah sekolah terpencil yang terletak di Dusun Tanah Belen, Desa Lamatutu Kecamatan Tanjung Bunga Kabupaten Flores Timur,tepatnya berada di pantai utara dan berhadapan langsung dengan Laut Flores. Jarak dari kota larantuka kurang lebih 60 Km dengan daya tempuh kurang lebih 5 jam dengan angkutan umum.
Jaringan Telkomsel lenyap sendirinya. Jalannya tak semulus di Kota. Kulit aspal sebagian sudah terkelupas membentuk lubang di sisi kiri dan kanan jalan. Bebatuan pun menyambut ciut disaat memasuki Desa Lamatutu sehingga ban sepeda motor terkadang menggelinding bebas kekiri dan kanan. Aspal Cuma sampai disini, kata temanku.
Perjalananpun dilanjutkan ke SDI Bou. 4 KM dari Desa induk Lamatutu. Terik siang terus menyapa namun tak menyulut hasrat kami walau terkadang teman boncengan harus naik turun  dari sepeda motor karena kondisi jalan yang sangat tidak bersahabat.Butuh nyali. Sungguh besar jasamu wahai guru-guruku yang mengabdikan diri di ujung Nusa Bunga ini,kamu adalah pejuang sejati.Kataku pada teman-teman saat beristirahat melepaskan lelah di bawah rerumpun bambu.
Suara burung saling bersahut-sahutan dari balik pepohonan saat memasuki Dusun Tanah Belen Desa Lamatutu. Begitu indah dan alamiah.Layaknya senyum manis merias di wajah anak-anak.Begitu polos dan luguh ketika ditatap.teriakan selamat siang sontak menyambangi diri kami dari bibir anak-anak disaat memasuki gedung sekolah. Begitu semangat. kedatangan kami juga bertepatan dengan pembagian buku Laporan pendidikan untuk kelas 1 - kelas 5.Guru-guru begitu antusias dan ramah menerima kehadiran kami walau tidak ada informasi sebelumnya kepada pihak sekolah.
Gedung SDI Bou  berdiri tegak dalam kesederhanaan.Memiliki tiga (3) ruang untuk proses pembelajaran.Belum ada kantor.Namun di gedung sederhana ini seluruh perhatian penuh oleh guru-guru dicurahkan kepada calon generasi penerus bangsa dan Lewotanah ini. Terus mengajar, mendidik,membimbing serta melatih anak-anak tanpa ada keluhan yang terbesit. Semuanya dijalankan dengan suka cita. Demi satu impian bahwa kelak anak-anak tidak lagi buta akan perkembangan kehidupan dan tidak menjadi babu ditanah sendiri.
Guru merupakan pelita di tengah kegelapan.Tanpa kehadiran guru dunia mungkin masih terasa gelap.Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pada bidang pendidikan.Dari guru anak-anak bisa membaca,menulis dan menghitung.Guru sukses pasti anak pasti sukses dan guru kreatif menghasilkan siswa yang kreatif pula. Mengabdikan diri di daerah terpencil merupakan suatu tantangan tersendiri buat seorang guru.
Menjadi tantangan karena kita dihadapkan dengan situasi dan kondisi yang jauh berbeda dengan yang lainnya,baik sarana prasarana yang ada disekolah sebagai sarana pendukung dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar maupun situasi dan kondisi sosial serta alam yang ada di tempat tugas.
Dengan memahami situasi dan kondisi seperti ini kami tidak menuntut berlebihan pada anak-anak. Yang kami lakukan adalah selalu memberikan motivasi kepada anak-anak untuk tetap belajar dan menumbuhkan karakter atau mental anak dengan melibatkan anak dalam kegiatan misalnya pramuka,mengikuti perlombaan yang digelar baik ditingkat gugus dan di kecamatan.
Tujuannya agar anak-anak bisa berinteraksi sosial dan mempunyai mental yang kuat karena kecerdasan intelegensia itu perlu tetapi kematangan secara emosional juga penting.meskipun prestasi akademik perlu diasah tetapi lebih diutamakan etika, kejujuran dan bisa berdaptasi dengan lingkungan sosial sebagai bekal kehidupannya di hari esok,ini menjadi misi kami,Jelas Kepala SDI Bou Lambertus B.Tukan,S.Pd.SD
Lanjut Labertus jumlah guru yang mengabdi di SDI Bou  7 orang. Dengan rincian 4 guru PNS dan 3 orang guru honor.Jumlah siswa Tahun Pelajaran 2015/2016 sebanyak 51 orang.Saya menjadi guru di SDI Bou dari tahun 1999-2005 dan SDK Tanah Belen tahun 2005-2012 dan menjadi kepala SDI Bou tahun 2012.Â
Menjadi guru di daerah terpencil ada suka dan duka namun lebih banyak dukanya. banyak aspek misalnya dalam proses KBM dalam menyampaikan materi dengan bahasa Indonesia kita juga menjelaskannya kembali dengan bahasa daerah agar anak mengerti. Walaupun dihadapkan dengan situasi seperti ini saya masih betah di SDI Bou dan menganggap Tanah Belen adalah Kampungku. Kata Lambertus
Hal serupa disampaikan oleh Fransiskus Ribu Koten.Guru PNS yang sudah 11 tahun mengabdi di SDI Bou sejak tahun 2015,Katanya Menjadi guru di daerah terpencil adalah sebuah tantangan tersendiri mulai dari menghadapi kondisi alam, kehidupan sosial dan lainnya. Ia pun menceritakan disaat awal tiba tahun 2005, saat itu akses jalan umum menuju Tanah Belen belum ada yang ada hanyalah jalan setapak dan sepeda motor tidak bisa lewat saat itu.
Sepeda motor kita titip di Lamatutu dan berjalan kaki menuju sekolah.Hal ini juga dilakukan sekarang apabila musim hujan.Terkadang sepeda motor macet simpan di Jalan lalu panggil orang di kampung datang untuk dorong,buka sepatu dan guling celana karena takut kena lumpur,Kenang Pa Frans sapaan kesehariaanya.
Hal lain yang menjadi kesulitan guru saat itu antara lain anak tinggal di kebun bersama dengan orang tuanya sehingga berdampak pada nilai anak-anak.tetapi semuanya sudah beres.Untuk media pembelajaran di kelas kita sesuaikan dengan materi dan kalau memang tidak ada kita sendiri merancangnya itu.
Walaupun SDI Bou adalah sekolah terpencil sampai dengan saat ini belum terbesit rencana untuk pindah dari sini karena saya menikmatinya dan sangat kerasan di sini,Ungkap Fransiskus Koten.
 (Tobias Ruron)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H