Jika seseorang cenderung mencela dan mengkritik, hal ini dapat diartikan bahwa hatinya cenderung negatif dan penuh keburukan.
Kata-kata yang meremehkan dan sering merendahkan orang lain tidak hanya mencerminkan kurangnya empati yang bersangkutan, tetapi juga memperlihat hatinya yang penuh dengan ketidakpuasan.
Sebaliknya, lisan yang dipenuhi dengan kebaikan dan pujian menunjukkan kedalaman hati yang dipenuhi dengan rasa syukur dan kebaikan.
Selain itu, lisan juga memiliki kemampuan untuk menghasilkan dan memicu konflik.
Ketika seseorang memilih kata-kata yang merusak hubungan atau menciptakan permusuhan, ini mencerminkan adanya hasad (iri hati) yang tumbuh dalam batinnya.
Berkeinginan untuk merugikan orang lain, terlepas dari alasan apa pun, menunjukkan bahwa hati seseorang tidak dalam keadaan baik dan sangat bertentangan dengan sifat fitrahnya sebagai manusia.
Oleh karena itu, kesantunan dalam lisan bukan sekedar etika, namun juga merupakan cermin dari keadaan hati yang sebenarnya.
Menggambarkan perilaku juga menggambarkan keadaan hati yang membutuhkan perhatian.
Saat seseorang meremehkan atau merasa lebih tinggi dari orang lain, hal ini mencerminkan kekurangan dalam dirinya dan kurang pahamnya tentang keberagaman manusia.
Kebijaksanaan mengajarkan bahwa kesombongan adalah tanda ketidakmatangan seseorang dan tidak bijak, karena ketika hati dipenuhi dengan kesombongan, lisan menjadi sarana untuk menampilkan ke dalaman batin yang mendasarinya.
Ghibah atau membicarakan keburukan orang lain di belakangnya, juga memiliki dampak serius pada keadaan hati orang tersebut.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!