"Gini ya bang. Pertama, Mei bukan anak kecil lagi. Mei udah cukup gede lagi soal ini. Buktinya Mei duluan yang punya pacar dibanding abang. Kedua, Mei tahu lagi gimana perasaan kalau diposisi mbak Neisya sekarang."
Mendengar itu, Brandon terdiam dan tertegun dengan ceramah singkat adiknya yang tiba-tiba saja menjadi sangat bijak.
Memang urusan cinta Brandon tidak seperti Meira yang ekspresif dan lebih terang-terangan dalam mengungkapkan perasaannya. Itu bisa jadi karena sifatnya yang lebih suka menuangkan segala pemikiran dan perasaannya didalam tulisan. Karena itulah menjadikan Brandon bisa dikatakan kalah langkah dengan Meira dalam urusan ini.
Tapi untuk mengerti betul perasaan apa yang sebenarnya ada diantara keduanya. Antara Brandon dan Neisya, tidak semudah menuliskan kata-kata puisi bagi Brandon atau memotret keindahan Pelangi dikala senja bagi Neisya. Semuanya terasa tersamar karena hubungan persahabatan yang lama. Juga karena hubungan karib kedua papanya yang membuat mereka berfikir ulang tentang satu kepastian hubungan.
"udah ya. Gue mau nyiapin kamera gue buat besok berangkat. Lo jangan lupa bawa laptop. Siapa tahu disana dapet ide tulisan baru." Ujar Neisya mencoba mengakhiri perbincangan via telponnya.
Brandon pun mengiyakan itu dan menutup telponnya dengan Neisya.
Sejurus dengan pesan Neisya barusan. Brandon langsung saja bangun dari posisi santai dan melangkah kelantai dua menuju kamarnya.
"lah, abang! Mei ditinggal gitu aja?" celetuk Meira.
"terus abang harus ngapain? nggak mungkin kan abang gendong lo keatas. Udah gede tahu. Inget berat badan!
Mendengar kata 'berat badan' mendadak Meira jadi bete.
"Ih abang! sebel deh!"