Mohon tunggu...
Tmarsyam
Tmarsyam Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Seorang freelancer penulis fiksi. Pengurus beberapa personal blog. Kunjungi akun instagramnya di tautan terlampir. Salam literasi!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pesan dari Ruang Gelap untuk Andrew

3 Juni 2018   22:21 Diperbarui: 5 Juni 2018   20:27 3401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Twitter @kulturtava

Akhirnya aku sampai tepat didepan rumahnya. Dan persis waktu itu Andrew juga baru saja tiba dirumah.

Didepan pintu rumah, ada mama Andrew yang sudah siap lebih dulu menyambutnya. Dan seketika Andrew memeluk mamanya dan mereka pun menangis.

"Sabar ya, nak." ucap mama Andrew seraya menangis.

Aku semakin bertambah bingung. Dan aku tidak tahu harus bertanya kepada siapa dan kemana harus aku cari tahu. Entah itu dirumahku bahkan juga dirumah Andrew, semua orang tampak aneh hari ini. Yang kudengar hanya kata 'sabar' atau 'turut berduka'. Mungkin ada kaitannya dengan itu.

Aku putuskan untuk berjalan kembali kerumah. Semakin dekat sampai akhirnya aku pun tiba kembali kerumah.

Dan pemandangan berbeda baru aku temui selepas meninggalkan Andrew yang menangis bersama mamanya. Bukan hanya banyak bunga yang ditata rapi, tapi kini aku melihatnya pada papan besar dan dituliskan dengan beberapa ucapan. dan aku sadari semua itu ucapan belasungkawa.

Aku terkejut sekaligus menyadari apa yang terjadi. Namaku dituliskan besar dipapan karangan bunga didepan rumah kami. Aku pun tak kuasa meneteskan air mataku. Kemudian barulah aku teringat saat terakhir aku sebelum semuanya ini menjadi seperti ini.

Aku berada dikamar mandi. Menjelang berangkat sekolah. Persis sebelum mamaku akan berteriak didepan pintu kamar mandi dan mengingatkanku untuk bergegas atau aku akan telat. Itu saat terakhir aku memegang silet ditangan kiriku. 

Pintu yang aku kunci dan derai air mata yang membanjiri pipiku saat itu. Seperti aku tahan sendiri, namun aku tak kuat menahan bully. Aku pun menjadi gelap mata. Aku kehabisan akal sehat. Hingga semuanya menjadi benar-benar gelap. Dan gelap sampai semuanya benar-benar gelap. Aku berjalan didalam gelap.

Kini apa bisa aku lakukan kecuali menyesal. Berkata 'good bye' pun aku tak bisa untuk orang-orang yang aku sayangi, terutama sahabat karibku-Andrew. Hanya mungkin berpesan dari ruang gelap ini padanya. Good bye sahabat. (/tm)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun