Mohon tunggu...
Kurniawan Wawan
Kurniawan Wawan Mohon Tunggu... -

pengen bisa lebih baek

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Nonton Pertarungan Berdarah Selepas Ashar, Perisaian Kendo Ala Lombok

1 Desember 2015   23:04 Diperbarui: 2 Desember 2015   05:03 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertandingan senior ini biasanya berlangsung lama bahkan lebih dari tiga ronde. Karena memang sudah senior maka para pemain terlihat lincah dalam saling pukul dan tangkis. semakin lama semakin memanas aura pertandingan, penonton semakin semangat menyoraki. Meski tubuh sudah penuh bilur-bilur dan berdarah para pemain jagoan senior jarang yang cepat menyerah.

Bahkan, untuk menambah semangat biasanya para penonton mengumpulkan saweran untuk para pemain, bukan taruhan tapi sekedar saweran untuk menyemangati pemain agar lebih semangat bertanding. Dan pertandingan berdarah penutup sore itu tak ada yang menang atau kalah alias draw dari keduanya. Karena meski luka sudah di sekujur tubuh tak ada yang mau menyerah, dan saweran semakin menumpuk.

Sementara waktu sudah hamper maghrib, meski semakin memanas permainan harus segera dihentikan. Para petarung saling berangkulan diakhir pertandingan untuk menunjukan tidak ada dendam diantara mereka, meskipun telah saling melukai satu sama lain, karena ini hanya permainan.

Apakah nanti ada yang dendam diantara mereka? Mengingat ini adalah pertandingan antar jagoan kecamatan, saya khawatir terjadi bentrokan ketika pulang dari arena, karena merasa luka belum terbalaskan. Apalagi mereka pulang dengan berombongan menggunakan pickup bak terbuka dengan baju seragam paguyuban masing-masing. Ah ternyata dugaan saya keliru. “Belum pernah ada terjadi bentrok di luar arena, semua di selesaikan di dalam arena,” Jawab seorang Bapak, sebut saja namanya Ama’ Jakir, yang saya lontarkan pertanyaan tersebut kepadanya seusai acara. “Kalaupun ada dendam diselesaikan pada arena selajutnya. Semuanya menyadari kalau itu adalah sekedar permainan,” imbuh Ama’ Jakir.

Lalu bagaimana sebenarnya sejarah permainan perisaian ini bermula? Menurut Ama’ Jakir, sejarahnya kurang begitu diketahui, sebagian ada yang mengatakan bahwa ini adalah ajang latihan ketangkasan untuk para pengawal raja jaman dahulu, ketika Lombok masih berbentuk kerajaan.

Ada juga yang mengatakan perisaian adalah arena untuk menyelesaikan persaingan midang bagi para jejaka yang memperebutkan kembang desa. Midang adalah acara ngapel atau memikat kembang desa, kadang seorang kembang desa diperebutkan oleh banyak jejaka dari baerbagai desa, untuk menyelesaikan siapa yang paling berhak mempersunting si kembang desa diadakanlah arena perisaian. “Dan semuanya diselesaikan secara sportif dan ksatria, tanpa ada dendam setelahnya,” ungkap Ama’ Jakir.

 

Begitulah, tradisi Lombok memang eksotis se eksotis alamnya. Rasanya terlalu banyak tradisi Nusantara yang luput dari perhatian kita, sementara kita begitu tergila-gila pada budaya bangsa lain. Semoga kita tidak semakin bodoh, seperti yang dikatakan orang asing. Tabik.

 

Lombok Timur, 30 November 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun