Yang MengerikanÂ
Sebagai orang yang dilahirkan di Sumatra Barat , pasti sekurang kurangnya sekali pernah berkunjung ke Lobang Japang( Lubang Jepang).yang lokasinya di Bukittinggi.
Memang berkunjung ke Lubang Jepang tidak sama dengan berkunjung ke destinasi wisata lainnya. Â Misalnya bila kita jalan jalan ke Ngarai Sianok, terasa suasana hati yang menyenangkan.Memandangi keindahan alam, sambil menikmati aneka ragam makanan khas Sumatra Barat. Sekaligus merupakan refreshing.
Tetapi berkunjung ke Lubang Jepang ,entah mengapa terasa suasana hati menjadi sedih. Walaupun tidak ada yang melarang, tetapi sejak dari memaukki mulut Gua Jepang, tak ada yang ketawa, apalagi bercanda. Seakan akan setiap orang hanyut dalam pikiran masing masing.
Beberapa Tahun Lalu...
Begitu memasuki pintu gerbang ,kami disambut oleh Robbi Sugara, yang memperkenalkan diri sebagai guide ,yang ditunjuk oleh pemda setempat, guna mengantarkan para tamu dan sekaligus memberikan penjelasan.
"Selamat pagi Bapak dan Ibu..Nama saya Robbi Sugara. Cukup dipanggil Robbi saja. Saya perlu menemani bapak dan ibu,untuk turun kedasar terowongan, karena di dalam sama sekali tidak ada sign board atau petunjuk. Sehingga para pengunjung bisa berputar putar didalam seharian dan tidak tahu jalan keluarnya. Setiap lorong menampilkan jalan yang hampir persis sama, sehingga pengunjung tidak bisa membedakan ,mana jalan keluar." Demikian Robbi mengawali kata pengantarnyaÂ
Menapaki lorong yang lebih dari 1.400 meter dengan berliku-liku, terasa suasana mencekam. Seakan akan berada dalam suasana horror. Setiap kali berafas terasa tidak nyaman.
Terowongan ini terletak di tengah taman panorama di Ngarai Sianok, di bawah Kota Bukittinggi. Dengan lebar lebih kurang 2 meter
Towongan ini dilengkapi dengan berbagai ruangan .Â
Masih menurut Robbie, Lobang Japang ini dibangun sejak Maret 1942 , berarti satu tahun sebelum kami berdua dilahirkanÂ
 Kedalamannya mencapai 49 meter di bawah permukaan tanah. Pembangunan Lobang Jepang dilakukan secara paksa yang dikenal sebagai kerja rodi
Pemerintah Jepang saat itu mendatangkan pekerja dari berbagai daerah, seperti Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi dan sebagainya .Tentu saja semua merupakan tenaga kerja paksa. Entah berapa banyak yang tewas dalam membangun terowongan ini, tidak ada catatan sejarah.Â
Tentara Dai Nippon sengaja tidak menggunakan tenaga kerja paksa dari Bukittinggi dan sekitar,demi menjaga kerahasiaan. Tak terbayangkan penderitaan para pekerja paksa, sebelum maut merenggut kehidupan merekaÂ
Menurut Robbie,terdapat sekitar 21 lorong kecil dengan fungsinya masing-masing. Lorong-lorong itu ada yang digunakan sebagai ruang amunisi, ruang pertemuan, ruang pelarian, ruang penyergapan, hingga penjara.
Lobang Jepang baru ditemukan pada awal tahun 1950. Saat ditemukan, pintu terowongan ini hanya 20 centimeter, dan kedalaman 64 meter.Â
Sebagai penutup,Robbi menceritakan bahwa terowongan ini tembus hingga ke Jam Gadang di BukittinggiÂ
Bagi kami berdua,cukuplah sekali itu menapaki perjalanan horror ke Lobang Japang. Walaupun sesungguhnya kami sudah berkunjung ke Bukittinggi puluhan kali. Mungkin karena kami berdua di lahirkan di era Dai Nippon,maka terasa banget suasana hati yang mencekam selama lebih kurang satu jam dalam terowongan Lobang JapangÂ
Berkunjung dilorong sempit dan gelap ini,tentu bukan untuk mendapatkan rasa horor yang mendebarkan,serta membuat bulu kuduk berdiri. Melainkan setidaknya, mengingatkan diri,bahwa kemerdekaan yang kita nikmati saat ini,sama sekali bukan hadiah dari penjajah! Melainkan  berkat pengorbanan para pendahulu kita. Mereka mati, agar kita bisa merasakan hidup dalam alam kemerdekaan.
Tjiptadinata effendiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H