Dan tentunya mereka mendapatkan insentif sebagai uang lembur. Nah,Pak Sin dengan ikhlas mau membantu apa saja,walaupun sesungguhnya bukan tugasnya lagi.
Bila malam hari pak Sin masih duduk dikantor bersama kami,sering telpon dari isterinya . Yang bertanya, "Pak. Uda awak lai disinen ?(Pak,suami saya ada disana?)Â
Dan sewaktu saya menjawab, "Aman bu, suami ibu duduk bersama kami di kantor sebentar lagi juga pulang .Atau mau ngomong langsung ?"Â
"Onde, ala cameh bana hati awak pak.kama lah pai uda ko?" (aduh , saya sudah cemas,kemana suami saya pergi )
Saat Suaminya Jatuh SakitÂ
Yang namanya sakit bisa datang kepada siapa saja. Nah, suatu waktu pak Sinjatuh sakit dan terbaring tak berdaya dirumahnya,kami sempat menengok beberapa kali.Â
Pak Sin curhat, " Taibo ati awak pak. awak sabananyo sakik .
Tapi bini awak bilang, "Uda lalok ka lalok, pailah bakarajo" ( Uda tidur sepanjang hari,pergilah bekerja) Sedih benar hati saya pak,kata pak Sin dengan suara perlahan menahan tangis.
Dapur Adalah Tempat Suami Yang Tak Berdaya?
Terakhir kali kami berkunjung pak Sin sudah tidak lagi di kamar,tapi di dapur. Walaupun bukan urusan saya,tapi karena tidak tega menyaksikan Pak Sin dicampakkan di dapur.saya berani mengatakan, "Maaf yo Uni,manga pak Sin di dapu? Indak elok co itu bana"
Tanpa sadar,saya sudah melewati ambang batas yang seharusnya tidak boleh saya ikut campur. Tapi bukannya kaget,malahan isterinya bilang :" Indak tahan anak anak jo bau Uda do pak"(anak anak tidak tahan  bau dari tubuh suaminya*