Orang Tua Perlu Mawas Diri
Sahabat Kompasiana mungkin sudah pernah menyaksikan, ada orang tua yang terbaring sakit, tapi anak-anaknya hanya datang sebatas tamu yang datang berkunjung? Atau orang tua sudah tidak berdaya, terus di"buang" ke Panti Jompo?Â
Pasti hati kita akan meledak oleh rasa marah, walaupun yang terjadi sama sekali bukan keluarga kita. Tapi jangan cepat cepat menjatuhkan vonis bahwa anak anaknya adalah "anak duharka" atau "si Malin Kundang". Seperti kata peribahasa "Don't jugde the book by its cover". Jangan terlalu cepat menilai dari apa yang tampil dipermukaan. Karena boleh jadi penyebab anak menjadi "durhaka" lantaran sikap orang tua semasa mendidik mereka.
Orangtua Tetap Berlibur Sementara Anak Terbaring Sakit
Salah satu contoh yang terjadi adalah orang tua tetap melanjutkan berlibur kendati anaknya terbaring sakit. Dengan alasan: sayang sekali bila tiket dibatalkan. Lagi pula ada neneknya yang menjaga di rumah. Dan segudang alasan lainnya, demi pembenaran diri. Bagi anak-anak, segala nasihat dan segudang petata petiti, hanya akan diingat dalam hitungan hari, tetapi apa yang mereka rasakan dan alami, akan direkam dalam memory mereka sepanjang hayatnya. Apa yang dilakukan oleh orang tuanya dianggap hal yang wajar. Maka tidak mengherankan saat orang tuanya terbaring sekarat, anak-anak terus melanjutkan liburan keluar negeri, dengan alasan tiket sudah dibeli dan lagi pula di rumah sakit ada dokter dan perawat yang menjaga orang tua mereka.
Di sinilah hukum tabur tuai ,terulang lagi  dan lagi. Setiap orang akan memanen ,akan apa yang ditanamkannya. Bila orang tua menanamkan sifat egois dan hanya mempertimbangkan aspek ekonomi dan materi,sehingga mengabaikan perasaan anak anaknya,maka jangan heran,kelak anak anak akan mengaplikasikan hal yang sama. Mereka hanya mengulangi apa yang dilakukan orang tua atas diri mereka
Menghukum Anak Secara Berlebihan
Di sisi lain, ada orang tua yang demi menjaga "wibawa" keluarga, tega menghukum anak secara berkelebihan. Menghantam anaknya dengan ikat pinggang atau rotan dan mempertontonkan kepada tetangga bahwa dirinya adalah orang tua yang disilpin dan berwibawa. Hal yang teramat menyakitkan ini akan terekam dalam alam bawah sadar anak-anaknya dan kelak jangan heran, saat orang tuanya tidak berdaya dan terbaring sakit, anak-anaknya hanya datang sebatas tamu menjeguk pasien di rumah sakit. Bahkan saat orang tuanya meninggal, anak-anak hanya datang melayat saat akan dimakamkan. Hal ini bukan fiksi, tapi adalah sebuah kenyataan yang tak terbantahkan dan terjadi di sekitar kita.
Anak anak Tak Butuh Kotbah,Mereka Butuh Contoh Teladan
Jangan mencekoki anak-anak dengan petata petiti kosong ataupun berkotbah tentang cinta kasih secara berapi api, tapi tidak memberikan contoh teladan.
Satu contoh teladan yang nyata jauh lebih baik daripada seratus kotbah kosong. Kasihilah mereka dengan setulus hati, maka kelak di hari tua kita akan memetik buah buah kasih sayang dari anak cucu kita.
Hal yang Sama Berlaku Dalam Hubungan Persahabatan
Hubungan yang didasarkan atas rasa kasih sayang yang tulus,bukan hanya sebatas antara hubungan orang tua dan anak anak,tetapi juga mencakup hubungan persahabatan dengan semua orang. Perlakukanlah orang dengan kasih sayang yang tulus,tanpa membedakan kaya dan miskin,maka kita mendapatkan kasih sayang dari semua orang . Apa yang keluar dari diri kita akan beresonansi dialam semesta dan kembali kepada kita. Hal ini kembali menjamah hukum tabur dan tuai. Apa yang keluar dari dalam diri,akan kembali dalam wujud yang sama kepada kita .Ketulusan dan kejujuran adalah mata uang yang bersifat universal. Walaupun tidak semua kebaikan dibalas dengan kebaikan,jangan hiraukan hal tersebut. Tetaplah tebarkan kasih sayang dan kejujuran,dimanapun dan sampai kapanpun
Hal inilah yang kami alami dan dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan. Kami berdua dikelilingi oleh anak mantu  dan cucu cucu serta cicit dan sahabat serta sanak saudara yang menyayangi kami.Â
Ingin disayangi? Maka mulailah dengan menyayangi dengan setulus hati.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H