Apakah Ada Korelasinya ?
Mengenai ritual yang dilakukan untuk "menolak bala" maupun memohonkan perlindungan bagi yang sedang membangun rumah sudah ada sejak saya masih kecil. Berarti sudah lebih dari tiga perempat abad lalu.
Pada kerangka rumah digantungkan dua butir kelapa tua yang saling diikat dan sebelum mulai membangun, ada ritual pemotongan ayam dan darahnya dipercikan kedelapan penjuru angin.
Hal ini terjadi di Kampung Halaman saya di Padang dan saya saksikan sendiri.
Ternyata setelah mulai sekolah saya belajar banyak tentang ritual dalam setiap pembangunan yang berbeda antara daerah yang satu dan daerah lainnya.
Bahkan ada kisah mengerikan bahwa agar bangunan kokoh, maka dibutuhkan tumbal yakni dengan menanam kepala seseorang.
Untuk mendapatkan kepala seseorang maka seorang narapidana sengaja dilepaskan dengan tugas melakukan pengayauan yakni pemenggalan kepala seseorang untuk ditanam sebelum membangun.
Tujuannya adalah agar kekuatan roh orang tersebut menjaga bangunan agar jangan sampai roboh .
Diganti Dengan Tumbal Kepala Kerbau
Belakangan karena semakin maju, maka tradisi menjadikan tumbal kepala seseorang diganti dengan kepala kerbau. Yang tidak lagi dilakukan secara sembunyi tapi sudah dilakukan secara terbuka bahkan ditandai dengan peresmian dari pejabat setempat.
Saya tidak akan menyinggung masalah apakah hal ini merupakan bagian dari kepercayaan animisme atau tidak, yang penting adalah sebuah kenyataan tak terbantahkan bahwa menjadikan kepala kerbau sebagai tumbal adalah tradisi yang sudah berlaku sejak dulu dan masih terus berlanjut.
Setelah baca sana dan sini,maka saya mencomot cuplikan yang ditulis oleh Kompas.com sebagai berikut:
Setiap 1 Suro (1 Muharam) warga Desa Sumbermujur menggelar Maheso Suroan, sebuah ruwatan mata air dengan simbol mengubur kepala kerbau di tanah sekitar mata air. Ini merupakan tradisi turun-temurun warga desa. ”Kerbau adalah hewan yang kencingnya banyak. Dengan mengubur kepala kerbau di sekitar mata air, kami berharap mata air ini selalu mengalirkan air bening yang melimpah ruah seperti kencing kerbau,” kata Herry Gunawan, Ketua Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam (KPSA) Kalijambe, menjelaskan.
Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2009/12/20/06194859/meruwat.mata.air.kehidupan?page=all."Selanjutnya, dilakukan penanaman kepala kerbau, kaki, dan ekor, sembilan ayam jantan wiring kuning, dan 99 boneka dari bahan singkong ’gethuk lindri’ di Balai Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)," katanya. Ia mengatakan, hal itu dimaksudkan untuk menenteramkan Gunung Merapi beserta dampaknya, dan sebagai tanda menyambut peradaban baru keistimewaan Yogyakarta. Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2010/11/09/04270659/NaN.
Apakah Ritual Kendi Nusantara ada Korelasinya dengan ritual penanaman kepala Kerbau saya belum mendapatkan benang merahnya.
Yang penting, aneka ragam ritual membuktikan bahwa negara kita masih memegang teguh tradisi dari nenek moyang yang memiliki filosofi tersendiri dalam memaknainya termasuk memahami arti ritual Kendi Nusantara.
Sebagai orang yang terlahir di Padang, saya hanya mencoba memahaminya semaksimal mungkin tanpa mengomentari apapun.
Karena mengomentari sesuatu yang sama sekali belum dipahami hanya akan menonjolkan kebodohan diri sendiri.
Maka saya memilih untuk menjadi silent reader sambil belajar memaknai arti dari sebuah ritual
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H