Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bagi Orang Miskin, Sebungkus Nasi Jauh Lebih Bernilai

29 Oktober 2021   19:46 Diperbarui: 29 Oktober 2021   20:00 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Ketimbang  Seratus Kotbah Tentang Kebaikan 

Bagi orang yang hidupnya sudah berkecukupan tentu dapat duduk dengan tenang mendengarkan kothbah tentang kehidupan.  Bagaimana mengaplikasikan hidup berbagi dan bagaimana cara menabung pahala ,agar kelak satu keluarga bisa mendapatkan tempat di Surga. Bahkan boleh jadi menumpuk pahala agar mendapatkan tempat VIP di Surga .

Tapi bagi orang yang sedang kelaparan, sebungkus nasi rames jauh lebih dibutuhkan dibandingkan seratus kothbah. Dan bagi orang yang anaknya sedang sekarat ,maka dapat uang untuk biaya berobat anaknya jauh lebih penting ketimbang pelajaran bagaimana mengaplikasikan hidup berbagi . 

Kasih Itu Bersifat Vertikal dan Horizontal

Artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi,selama bertahun tahun hidup dalam duka nestapa. Kisah ini bukan bermaksud menjual kisah kemelaratan,demi untuk meraup simpati,melainkan semata mata agar dapat dijadikan refleksi diri. Saya memilih satu contoh saja,yakni sewaktu putera kami mengalami kejang kejang dan butuh ke dokter,tapi sama sekali tidak ada uang yang tersisa. 

Seluruh perhiasan isteri sudah lama habis terjual,sewaktu kami gagal mencoba berusaha. Bahkan jas yang saya pakai waktu pernikahan,juga sudah diloakan.  Karena itu dengan menahan rasa malu,saya mencoba mendatangi rumah salah seorang kerabat dekat.dengan maksud mau meminjam uang ,untuk biaya berobat putera kami. 

Setibanya dirumah Om ,saya mengetuk pintu pagar dan tak lama berselang keluar Pembantu ,yang menanyakan maksud kedatangan saya. Saya jelaskan bahwa saya masih keponakan dari Bossnya dan mau bicara secara pribadi. Si Mbak masuk kedalam dan tak lama kemudian sosok yang saya panggil Om datang menemui saya di pintu pagar Langsung bertanya :

"Hai apa kabar Effendi?" Dan saya jelaskan bahwa putera kami lagi sakit dan kejang kejang. Saya sangat membutuhkan uang untuk membawa anak kami berobat dan 2 minggu lagi,isteri saya gajian,akan saya kembalikan uang pinjaman. Tapi si Om bilang :"Wah, Om lagi  Ketua Panitia untuk membangun rumah Tuhan. 

Jadi Om tidak bisa bantu ya. Biasa tuh Effendi,yang namanya hidup selalu ada masalah dan tidak bisa diselesaikan dengan pinjam sana pinjam sini .Disinilah tanggung jawab  you sebagai Kepala Keluarga. Makanya ,Om selalu bilang,kalau keuangan belum mapan,jangan buru buru kawin. Yang menanggung anak you kan  dan bla bla bla ... "Akhirnya,tanpa menunggu kotbah si Om selesai,saya minta pamitan .

Tiba Dirumah 

Tiba dirumah isteri saya sudah berlari menyonsong saya ,sambil bertanya :" Koko sudah pinjaman? Kita bawa anak kita ke dokter Syamsir Daily sekarang ya" Saya tidak tahu bagaimana menjawab dan hanya menggelengkan kepala dengan menahan jatuhnya air mata.Saya memeluk isteri saya dan berusaha untuk memijat telapak kaki dan betis putra kami dan bersyukur kepada Tuhan.putera kami sudah tidak kejang lagi,tapi wajahnya masih pucat. Kisah ini tidak saya lanjutkan menulisnya,karena akan membuat luka lama berdarah kembali 

Kejadian ini sungguh merupakan sebuah pelajaran paling berharga bagi saya pribadi. Saya dan isteri paham ,betapa hancurnya hati sudah minjam uang tidak dapat,malah dikasih kotbah panjang lebar . Karena sudah merasakan betapa perihnya,maka  kelak saat nasib kami berubah,kalau ada yang mau minjam uang,kalau ada kami pinjamkan,tapi kalau tidak ada ,kami bantu seikhlasnya,namun tidak disertai kotbah panjang pendek ". Bila kita merasa sakit diperlakukan tidak semestinya,maka jangan pernah lakukan pada orang lain" begitulah prinsip hidup kami yang selalu kami aplikasikan.

Bagaimana mungkin orang mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan,bila sesama manusia yang tampak didepan mata ,diabaikan ? Kasih itu bersifat vertikal dan horizontal. Ini bukanlah pelajaran etika,tapi sekedar berbagi cuplikan perjalanan hidup

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun