Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Inilah Contoh Pantun Sadis

6 September 2021   19:29 Diperbarui: 6 September 2021   19:53 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi permaian KIM /merdeka.com

Syukurlah Kini Sudah Tidak Digunakan Lagi 

Ada banyak pantun yang bernilai seni dan memiliki pesan moral mendalam, yang saking lamanya, tidak diketahui lagi siapa penciptanya dan sudah dianggap sebagai pusaka bagi generasi muda Indonesia. Salah satu contoh adalah :

Berburu kepadang datar

dapat rusa belang kaki

Berguru kepalang ajar

bagaikan bunga kembang tak jadi .

Yang menyirat pesan moral, kalau mempelajari sesuatu hendaknya hingga tuntas dan jangan kepalang tanggung

Pantun lain, yang juga sangat popular di era tahun 50 an adalah :

Kalau ada sumur di ladang 

boleh saya menumpang mandi

kalau ada umur panjang'

boleh kita berjumpa lagi 

Ini hanyalah sekedar contoh, bahwa betapa banyaknya pantun yang sarat dengan pesan moral dan sekaligus mempererat hubungan persahabatan. Setiap orang sesungguhnya boleh saja dengan bebas menuliskan pantun,sesuai dengan selera masing masing.  

Pantun paling sadis yang pernah populer ditahun 50 an dikampung halaman saya,menurut saya merupakan pantun sadis dan tak layak disebutkan sebagai pantun  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pantun adalah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasanya terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b).

Dulu di Sumatera Barat permainan yang sarat dengan pantun adalah permainan KIM -Kesenian Irama Minang . Permainan yang diminati tidak hanya dari warga Sumatera Barat,tetapi bahkan datang dari berbagai daerah lainnya. Ada banyak hadiah disediakan,mulai dari Radio Transistor,kain sarung  hingga sepeda motor. 

Kami juga pernah ikut main sewaktu diadakan di Danau Maninjau. Tetapi kemudian permainan ini menimbulkan Pro dan Kontra,karena ada yang menilainya, mengandung unsur judi.

Karena saya orang Padang,tapi bukan orang Minang,maka saya tidak berani gegabah menuliskan suatu hal yang berada diluar kapasitas saya.

Pantun Sadis Tersebut Berbunyi

Setinggi tinggi pohon kelapa

Tidak setinggi pohon kelawi

Mati bapak tidak mengapa

Mati ibu binasa diri

Disatu sisi mengangkat derajat seorang ibu ,dengan ungkapan :"Mati ibu binasa diri" tapi disisi lain,menghempaskan posisi seorang ayah ,kejurang yang terdalam,dengan ungkapan :"Mati bapak tidak mengapa"

Boleh jadi penulis pantun tersebut ,pernah disakiti oleh ayahnya ,sehingga tega menciptakan pantun semacam itu,tentu hanya merupakan praduga secara pribadi,karena untuk menuliskan sebuah pantun,orang tidak perlu ada alasan dan juga tidak perlu memberikan alasan. 

Mengapa pantun tersebut sempat menjadi populer diantara anak anak sekolah di tahun 50 an ,yakni disaat saya masih duduk dibangku sekolah dasar ,saya sungguh tidak tahu.

Semoga jangan lagi ada pantun semacam yang disebutkan diatas, yang terasa melecehkan peran kaum ayah.

Happy Father's Day

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun