"Dengan memanjatkan rasa syukur kehadirat  Allah, saya sampaikan dengan takzim bahwa buku "150 Kompasianer Menulis" sudah berada di tangan saya. Opa dan Oma, saya sungguh sangat terharu, sebuah buku yang berbobot, tebal, dan cover yang semarak. Dengan setulus hari, saya mohon ampun kehadapan Allah dan mohon maaf kepada Opa dan Oma karena selama ini, dalam hati saya menggangap bahwa Opa dan Oma itu adalah sosok "orang kaya yang tinggal di Australia. Mana mungkin tulisan saya akan mendapatkan tempat dalam buku bergengsi ini.Â
Tapi demi hasrat hati yang mengebu gebu ingin agar tulisan saya dapat diabadikan dalam buku, maka saya beranikan untuk menulis tentang Opa dan Oma. Itupun sama sekali tidak memuji-muji Opa dan Oma, melainkan hanya sebuah tulisan yang datar-datar saja. Tetapi saya sampai meneteskan air mata, sewaktu pulang dari mengajar ada paket dimana tertulis nama saya. Ibu Kost saya menyampakan langsung kepada saya dengan mengucapkan "Selamat". Ternyata ibu kost saya adalah murid Opa dan Oma, karena pernah ikut belajar tekhnik terapi diri sewaktu diadakan di Tegal, Entah bagaimana saya mau meluapkan rasa syukur dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Opa dan Oma. Saya bukan siapa-siapa, hanya seorang guru desa dan seorang ibu yang harus menjadi single parent membesarkan putri saya, ternyata tulisan saya menjadi bagian dari buku bergengsi dari Opa dan Oma yang tinggal di Australia. Sungguh seumur hidup, inilah hadiah paling berharga yang pernah saya terima. Semoga Opa dan Oma selalu dalam limpahan kasih sayang Allah." Salam takzim dari ananda Dewi.
KIlas Balik
Saya dan isteri sempat terpana membaca komentar demi komentar yang sangat mengharu biru. Padahal sesungguhnya, kami  yang berterima kasih, para sahabat Kompasianer telah memberikan hadiah tak ternilai sebagai  hadiah di Hari Ulang Tahun Pernikahan kami yang ke 56. Ternyata yang terjadi sebaliknya, justru  para Kompasianer yang menulis artikelnya, merasa bahwa justeru kami berdua yang telah menghadiahkan sesuatu yang tak ternilai bagi mereka, yakni telah mewujudkan impian agar tulisannya ada dalam buku tersebut.
Saya dan isteri harus bersabar, agar dapat membaca buku tersebut, bila kami sudah boleh pulang kampung ke Indonesia. Karena kalau buku tersebut dikirimkan dari Jakarta ke alamat kami di Burns Beach, menurut adik kami, ongkos kirim lebih dari 1 juta rupiah. Kami berdua sudah bersyukur kepada Tuhan, karena buku 150 Kompasianer Menulis ini, ternyata sangat berharga di mata para Kompasianers.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H