Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setiap Orang Pasti Pernah Jatuh

13 Juni 2021   12:14 Diperbarui: 13 Juni 2021   12:21 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi Reaksi Setiap Orang Berbeda Dalam Menghadapinya 

Istilah "Jatuh" mengandung multi tafsir. Bisa berarti jatuh secara phisik,tapi boleh dimaknai "jatuh" secara finansial,bahkan tidak salah bila diartikan juga "jatuh"secara mentalitas. Karena bukan dalam kapasitas sebagai ahli bahasa,maka tulisan ini secara khusus membahas "Jatuh" dalam keartian secara ekonomi. 

Walaupun sesungguhnya kejatuhan secara ekonomi,tidak mungkin dapat berdiri sendiri,karena sebagai manusia yang terdiri dari budi pekerti,cita dan rasa,maka kejatuhan dalam hal ekonomi,suka atau tidak suka akan menyebabkan juga mentalitasnya akan diuji.

Membangun ekonomi itu sulit,tapi jauh lebih sulit lagi membangun dari reruntuhan

Untuk mengubah nasib,agar mampu keluar dari keterpurukan hidup,orang butuh waktu bertahun tahun,bahkan mungkin belasan tahun dan puluhan tahun.

Bahkan tak dapat dipungkiri,ada orang yang seumur hidupnya tidak mampu mengubah nasibnya,sehingga sejak muda hingga akhir hayatnya tetap menjalani hidup sebagai "kuli"

Mengacu pada hal ini,maka secara pribadi ,saya sangat bersyukur "hanya "dalam  waktu tujuh tahun,dari hidup bernafas dalam lumpur,saya dapat mengangkat level kehidupan keluarga menjadi "bernafas " diudara segar.

Sempat menikmati kemuliaan hidup dalam berikecukupan selama bertahun tahun,tapi suatu ketika,badai kehidupan itu melanda dan bahkan meluluh lantakan kehidupan kami. 

Seperti yang sudah pernah ditulis, jatuh terpuruk dalam kondisi ekonomi,sehingga apa yang dibangun selama belasan tahun ,dalam sekejap hancur berkeping keping ,akibat kesalahan diri sendiri,yakni overdosis kepercayaan. 

Hal ini mengimbas sikap mental ,sehingga  menghadirkan trauma mendalam untuk dapat memulihkan kembali rasa saling percaya dengan sesama mitra bisnis.

Bersyukur Saya Bisa Bangkit dari Keterpurukan

Bersamaan dengan peristiwa yang saya alami,sehingga perusahaan yang sudah dibangun dengan susah payah selama belasan tahun ,hancur dan harus mulai lagi dari nol besar ternyata juga menimpa sahabat bisnis saya .Kami sama sama jatuh terpuruk. Dan saya bersyukur dapat bangkit kembali sehingga setelah 3 tahun kemudian,perusahaan kami pulih kembali

Berbeda total dengan sahabat saya Peter (bukan  nama sebenarnya),tidak mampu untuk bangun kembali dan sempat dirawat di Rumah Sakit iiwa selama beberapa bulan,sebelum meninggal dalam kondisi yang sangat menyedihkan.

Dukungan Keluarga Sangat Menentukan

Saya bersyukur dalam kejatuhan dan hampir terjerumus putus asa,isteri  bertindak  menjadi malaikat Penolong dengan mengambil alih tugas saya sebagai Kepala Keluarga.

Selanjutnya anak anak memberikan dukungan moril  dengan jalan bekerja paruh waktu untuk membiayai  kebutuhan hidup di negeri orang, sehingga saya dapat mengambil beberapa keputusan penting.

Antara lain:

Menjual Sedan Corolla  dan menggantinya  dengan kendaraan niaga

Stop total acara travelling keluar negeri 

Menjual seluruh aset untuk dijadikan tambahan modal

Tanpa diminta isteri saya ikhlas menjual semus perhiasan berharga dan hanya menyisakan  cincin kawin .

Stop semua acara makan makan di Restoran 

Berkat dukungan anak isteri , 3 tahun kemudian usaha saya kembali normal. Tentu saja hal ini menghadirkan sebuah rasa syukur kami kepada Tuhan. 

Sebuah pelajaran hidup yang berharga bagi saya agar jangan sampai terjadi lagi.

Tjiptadinata Effendi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun