Tidak Ada Akar Rotanpun BergunaÂ
Untuk mencari tahu tentang arti dari peribahasa "Tak ada rotan akarpun jadi" tidak perlu buka kamus dan tidak perlu juga minta bantuan mbah google. Karena sudah cukup jelas apa yang dimaksudkan, yakni kalau tidak ada barang yang dibutuhkan maka dapat dicari pengganti yang kira kira manfaatnya sama.Â
Mengapa diawal tulisan saya tuliskan bahwa peribahasa ini paling pas untuk kita orang Indonesia? Tentu bukan asal main tebak atau ramal meramal. Karena kalau masalah ramal meramal kita harus tanya dulu pada ahlinya yakni pak Rudy Gunawan.
Sedangkan kalau main tebak tebakan pertanyaan harus di arahkan ke pak Felix Tani. Buktinya, saat pak Felix Tani menebak Opungnya Poltak akan segera pulang ternyata tepat sekali. Walaupun pulangnya bukan kerumah, tapi ke kampung halaman nenek moyang, itu sama sekali tidak membatalkan keabsahan tebakan pak Felix Tani yakni "Opung di Poltak pulang!"
Kembali Kejudul
Saat pagar di halaman rumah  patah akibat diseruduk sapinya pak Felix Tani, tentu saja kita tidak tega mau minta ganti rugi. Maka dengan penuh keikhlasan hati kita mulai memperbaiki pagar yang patah. Ternyata besi paku tidak ada, kalau mau beli tentu harus ke toko dan juga tidak gratis. Tapi hal ini hanyalah hal kecil. Karena dalam kaleng kaleng di gudang ada besi paku yang sudah karatan dan bengkok bengkok. No problem at all.Â
Besi paku yang bengkok dipukul agar lurus kembali. Eee ternyata Palu tidak ketemu dicari dan hal ini juga tidak masalah ada kampak yang bagian belakangnya bisa digunakan untuk pengganti Palu. Yang penting, setelah tambal sulam dan paku sana paku sini semuanya beres, pagar yang patah sudah berdiri kembali.
Kalau bagi orang Australia hal ini mustahil mau di kerjakan. Kalau kelengkapaan peralatan tidak komplit, maka ia akan ke toko membeli gergaji, palu, dan besi paku. Sama sekali tidak terpikirkan untuk meluruhkan yang bengkok dan menggunakan kampak ataupun batu sebagai pengganti Palu
In Case of Emergency
Kalau kita bawakan dalam kondisi  in case of emergency, misalnya kita pulang kemalaman dengan kereta api. Dalam gerbong hanya ada diri kita sendiri dan beberapa orang pria yang tampangnya mencurigakan. Betapapun hebatnya  diri kita seandainya kita dirampok amat kecil kemungkinan dapat menghadapi mereka dengan tangan kosong. Kita butuh senjata. Tapi apa? Â
Kita hanya orang  awam dan Indonesia tidak sama seperti di Texas dimana senjata api bisa dibeli kayak beli mainan. Di negeri kita, bawa bawa pisau dipinggang sudah dapat di pidanakan karena dianggap punya niat tidak baik.
Yang ada di tangan kita hanyalah sebuah majalah. Mungkin ada yang terpikir, emangnya mau pukul nyamuk pakai majalah? Ntar dulu jangan buru buru mengambil kesimpulan ya sayang .Â
Gini, gulunglah majalah tersebut hingga padat sehingga tidak ada lagi celah diantara lipatan  .Nah ,kini senjata sudah ada ditangan. Bila caranya tepat, maka dengan majalah kita bisa memecahkan tembok. Ini bukan bualan,tapi sudah saya praktikanÂ
Caranya adalah gulungan majalah digenggam dengan kuat dan  bila terjadi ada serangan, maka caranya adalah menyodokkan gulungan majalah ke dada atau ke perut perusuh. Â
Jadi penggunaannnya tidak seperti memukul nyamuk, tapi di sodokkan. Majalah yang sudah digulung ini kekuatannya hampir sama dengan sepotong kayu. Hanya cara memanfaatkannya dengan disodokkan
Tehnik bela diri dengan menggunakan majalah ini saya pelajari dulu dari guru Karate saya semasa masih di SMA. Dan dalam latihan menggunakan majalah ini tanpa sengaja saya menyodok terlalu keras, akibatnya sparring partner saya jatuh pingsan.  Awalnya saya kira cuma main main,tapi ternyata pingsan benaran ,karena mungkin saya terlalu keras menyodoknya . Saya menyesal dan tidak lagi pernah menggunakan untu main main .
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H