Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Etnis Tionghoa Hadapi Ujian Paling Berat

23 Mei 2021   18:33 Diperbarui: 23 Mei 2021   18:40 3076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Agar Dapat Diterima Menjadi Bagian Dari Bangsa Indonesia

Tulisan ini tentu saja sama sekali tidak ada kaitan dengan politik karena secara pribadi saya tidak suka akan politik, bahkan dalam keluarga kami secara turun temurun membicarakan politik adalah hal yang tabu.

Tulisan ini hanyalah merupakan masukan bagi para generasi muda bahwa proses berbaurnya berbagai etnis yang lahir dan dibesarkan di Indonesia memiliki jalannya masing masing. Ada yang beruntung mendapatkan akses melalui jalan toll atau jalan bebas hambatan. Misalnya etnis keturunan Arab dan timur tengah. Tidak ada yang berani meragukan keindonesiaan mereka. bahkan kaum ini mendapatkan tempat yang paling terhormat didalam masyarakat.

Yang kedua adalah Etinis keturunan India. Walaupun tidak mendapatkan tempat di Headline, tapi setidaknya mendapatkan label Highlight. Amat jarang kita mendengarkan etnis dari keturunan India menghadapi berbagai kesulitan bila berhadapan dengan birokrasi. 

Berbeda dengan Etnis Keturunan Tionghoa

Di era Suharto, semua warganegara Indonesia yang menggunakan nama Cina, diwajibkan untuk ganti nama. Untuk mengganti nama saja sudah sangat rumit dan berbelit belit serta tentu saja tidak lepas dari pengeluaran dana yang tidak sedikit.

Walaupun sudah ganti nama, tidaklah berarti secara serta merta langsung diterima sebagai bagian dari bangsa Indonesia seutuhnya. Perjalanan dan perjuangan masih teramat panjang. 

Etnis Keturunan Cina Hidup Ekslusive 

Ini bukanlah sembarang tuduhan dan juga bukanlah sebuah fitnahan. Sebagai salah satu dari Etnis Keturunan Tionghoa saya mengakui bahwa memang benar ada sekelompok orang Tionghoa yang hidup secara ekslufive dan tidak pernah mau bergaul dengan orang lain yang dianggapnya tidak selevel dengan dirinya. Akibat perbuatan segelintir Tionghoa Eksklusive inilah,orang orang keturungan Tionghoa lainnya terkena getahnya.

Kata peribahasa "Anda tidak mungkin mengubah keadaan,yang dapat anda lakukan adalah mengubah cara hidup anda " Maka saya memutuskan untuk keluar dari zona aman dan nyaman. Saya  tinggalkan zona kenyaman dan membawa seluruh keluarga pindah ke Wisma Indah I,dimana 99 persen warga yang tinggal disana adalah pribumi. Saya bersyukur disini saya diterima ,bukan hanya dengan tangan terbuka,tapi juga dengan hati yang terbuka, Tidak ada lagi yang mempertanyakan "keindonesiaan " saya,karena kami ikut dalam segala kegiatan ,termasuk pembangunan jalan di kampung. 

Sewaktu kami pamitan pindah ke Jakarta,seluruh tetangga datang dan memeluk kami dengan berlinang air mata,karena sudah menganggap kami sebagai keluarga mereka sendiri

Tapi Ujian Belum Selesai

Di Jakarta,sebagai warganegara keturunan Tionghoa,saya masih harus menjalani ujian kelayakan,apakah saya layak untuk diakui sebagai orang Indonesia atau tidak secara de facto,walaupun sesungguhnya secara yuridis formal,kami sekeluarga adalah warganegara Indonesia.Saya beruntung memiliki kulit yang berwarna agak gelap dan rambut yang berbeda dengan kebanyakan rambut orang Tionghoa lainnya. Dan dimana saja saya selalu berbicara dalam bahasa Indonesia,karena memang tidak bisa berbahasa Mandarin,kecuali bilang :"Wo ai ni " atau"Xie xie nin"

Tetapi ternyata,prakiraan saya meleset,dalam setiap pertemuan,sering saya dengar bisik bisik yang cukup keras :"Pak Tjip itu Hitachi " maksudnya adalah diri saya hitam tapi Cina.

Bersyukur Saya dan Isteri  Lulus Ujian

Bersyukur kepada Tuhan, di usia 70 tahun saya sudah diterima secara de facto sebagai orang Indonesia. Kami sudah melakukan perjalanan keliling nusantara dari Sabang hingga Merauke.  Tidak hanya sekedar berkunjung, tapi bergaul dan berbaur dengan segala suku bangsa. Kami bersyukur semua pintu rumah dan pintu hati terbuka lebar lebar bagi kami berdua. Bahkan kami diundang makan kerumah penduduk di Bandar Aceh yang kata orang merupakan daerah "angker " bagi orang yang bertampang seperti kami . 

Karena itu sungguh merupakan sebuah kebahagiaan tak terhingga,kami dipanggil dengan sebutan :" Opa,Oma.Ayahanda dan Bunda ,Om dan tante ,yang saya maknai bahwa kami berdua sudah diterima dengan setulus hati. Dan dari lubuk hati terdalam,bila  saya dan isteri menuliskan :"ananda yang kami sayangi"hal ini sungguh keluar dari lubuk hati terdalam dan bukan sekedar basa basi 

Karena itu,kami sangat mendambakan bisa kembali pulang ke Indonesia untuk dapat menjumpai semua orang yang menyayangi kami, memeluk mereka dan mengatakan :" ananda yang kami sayangi"

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun