Agar Dapat Diterima Menjadi Bagian Dari Bangsa Indonesia
Tulisan ini tentu saja sama sekali tidak ada kaitan dengan politik karena secara pribadi saya tidak suka akan politik, bahkan dalam keluarga kami secara turun temurun membicarakan politik adalah hal yang tabu.
Tulisan ini hanyalah merupakan masukan bagi para generasi muda bahwa proses berbaurnya berbagai etnis yang lahir dan dibesarkan di Indonesia memiliki jalannya masing masing. Ada yang beruntung mendapatkan akses melalui jalan toll atau jalan bebas hambatan. Misalnya etnis keturunan Arab dan timur tengah. Tidak ada yang berani meragukan keindonesiaan mereka. bahkan kaum ini mendapatkan tempat yang paling terhormat didalam masyarakat.
Yang kedua adalah Etinis keturunan India. Walaupun tidak mendapatkan tempat di Headline, tapi setidaknya mendapatkan label Highlight. Amat jarang kita mendengarkan etnis dari keturunan India menghadapi berbagai kesulitan bila berhadapan dengan birokrasi.Â
Berbeda dengan Etnis Keturunan Tionghoa
Di era Suharto, semua warganegara Indonesia yang menggunakan nama Cina, diwajibkan untuk ganti nama. Untuk mengganti nama saja sudah sangat rumit dan berbelit belit serta tentu saja tidak lepas dari pengeluaran dana yang tidak sedikit.
Walaupun sudah ganti nama, tidaklah berarti secara serta merta langsung diterima sebagai bagian dari bangsa Indonesia seutuhnya. Perjalanan dan perjuangan masih teramat panjang.Â
Etnis Keturunan Cina Hidup EkslusiveÂ
Ini bukanlah sembarang tuduhan dan juga bukanlah sebuah fitnahan. Sebagai salah satu dari Etnis Keturunan Tionghoa saya mengakui bahwa memang benar ada sekelompok orang Tionghoa yang hidup secara ekslufive dan tidak pernah mau bergaul dengan orang lain yang dianggapnya tidak selevel dengan dirinya. Akibat perbuatan segelintir Tionghoa Eksklusive inilah,orang orang keturungan Tionghoa lainnya terkena getahnya.
Kata peribahasa "Anda tidak mungkin mengubah keadaan,yang dapat anda lakukan adalah mengubah cara hidup anda " Maka saya memutuskan untuk keluar dari zona aman dan nyaman. Saya  tinggalkan zona kenyaman dan membawa seluruh keluarga pindah ke Wisma Indah I,dimana 99 persen warga yang tinggal disana adalah pribumi. Saya bersyukur disini saya diterima ,bukan hanya dengan tangan terbuka,tapi juga dengan hati yang terbuka, Tidak ada lagi yang mempertanyakan "keindonesiaan " saya,karena kami ikut dalam segala kegiatan ,termasuk pembangunan jalan di kampung.Â
Sewaktu kami pamitan pindah ke Jakarta,seluruh tetangga datang dan memeluk kami dengan berlinang air mata,karena sudah menganggap kami sebagai keluarga mereka sendiri