Stop Keluh Kesah
Begitu bangun pak sudah mulai dengan keluh kesah. "Aduh,setiap hari menjalani hidup seperti ini. Bangun subuh,buru buru ketempat pekerjaan, kerja sepanjang hari dan pulang dimalam hari.Â
Tapi sudah bertahun hidup seperti robot,nasib tetap begitu begitu juga. Kata orang "Badai pasti berlalu" dan "Sehabis gelap akan terbit terang" Ternyata semuanya hoaks. Badai kehidupan selalu setia mengikuti dan selama bertahun tahun hidup dalam kegelapan".
Sambil uring uringan, Joni (bukan nama sebenarnya) dengan rasa keterpaksaan bangun dan keluar dari kamar. Wajahnya sama sekali tak enak dilihat,tak ubahnya bagaikan langit mendung dicerca awan gelap.
Isterinya yang menyapa, "Sudah bangun ya pa. Nih mama sudah sediakan kopi kesukaan papa". Tapi tanpa merasa perlu memandangi wajah isterinya yang telah melayaninya selama bertahun tahun.
Joni hanya menjawab dengan bergumam, "Hmm iya" Sama sekali tidak terpikirkan olehnya,bahwa bukan dirinya yang kerja keras tapi justru isterinya yang setiap hari pontang panting mempersiapkan segala galanya bagi kebutuhan keluarga.Â
Saat dirinya masih bergelung ditempat tidur isterinya sudah bangun. Mempersiapkan sarapan pagi bagi suami dan anak anak yang akan berangkat kesekolah.
Walaupun sesungguhnya matanya sangat mengantuk karena baru tidur sudah lewat tengah malam,karena harus menyerika pakaian suami dan anak anak. Â Dan sebelum tidur masih harus membereskan piring makanan didapur yang ditinggal begitu saja oleh suami dan kedua anaknya.Â
Dirinya tak pernah mengeluh namun sangat berharap sesekali suaminya menghargai apa yang sudah dikerjakannya. Tapi sepertinya harapannya tersebut terlalu tinggi karena suaminya selalu sibuk dengan perasaannya sendiri.Â
Gambaran Umum Dalam Rumah TanggaÂ
Karena sudah malang melintang menjalani hidup dari satu daerah ke daerah lainnya, serta hidup berbaur dengan berbagai suku bangsa, gambaran semacam inilah yang mendominasi kebanyakan rumah tangga,yakni hidup diisi dengan penuh keluh kesah.
Sebagai Kepala Keluarga, seorang suami merasa bahwa dirinya adalah satu satunya yang menderita dalam rumah tangga mereka. Lupa bahwa isterinya juga pontang panting mempersiapkan segala sesuatu dari mulai masak, bersih lantai, mencuci, seterika pakaian ke pasar dan mempersiapkan segala kebutuhan suami dan anak anak.
Anak anak juga bukan hidup tanpa beban. Di sekolah, setiap hari mereka menyaksikan, waktu istirahat, teman teman sekelas dapat menikmati aneka ragam makanan dan minuman di kantin sekolah, tapi mereka hanya bisa menelan ludah karena tidak ada uang jajan yang diberikan. Karena tidak semua keluarga mampu membekali anak anaknya dengan uang saku setiap hari.
Membentuk Lingkaran Setan
Pola hidup semacam ini,secara tanpa sadar telah menciptakan semacam lingkaran setan. Karena pengalaman hidup berada dalam keluarga yang sarat dengan keluh kesah setiap hari telah menciptakan pribadi yang labil dalam diri anak anak.Â
Kelak ketika mereka sendiri menjadi dewasa dan berumah tangga, maka lingkaran setan ini,akan kembali  bereinkarnasi dalam wajah yang berbeda tapi dengan irama yang sama
Mempersiapkan masa depan anak anak adalah tugas setiap orang tua. Karena itu tidak berlebihan ada peribahasa mengatakan :"Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya".
Karena pola hidup kedua orang tuanya akan terulang kembali dalam kehidupan anak anak. Karena itu, sebelum semuanya terlambat, maka sejak saat ini, perlu kita mengubah mindset kita,agar jangan mengisi hidup dengan keluh kesah.
Hal inilah yang kami terapkan kepada ketiga orang anak anak kami. Di usia 16 tahun, mereka sudah hidup terpisah dari kami,karena studi di negeri orang. Dan selama tinggal di luar negeri,tak sekalipun ada keluh kesah karena sebelum berangkat mental mereka sudah dipersiapkan.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H