Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagi-bagi Angpau di Hari Imlek

9 Februari 2021   20:34 Diperbarui: 9 Februari 2021   20:46 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angpau dan Pernak Perniknya
Tempo dulu istiah "angpau" hanya dikenal secara khusus di lingkungan warga keturunan Tionghoa, tapi kini angpau sudah menjadi istilah yang umum digunakan dalam urusan yang berkaitan dengan uang yang ada hubungan dengan hari raya. .Angpau disematkan pada uang yang diberikan maupun diterima dalam hubungannya dengan hari raya. Jadi tidak lagi semata dalam konteks hari raya Imlek yang biasa dirayakan sebagai tradisi keturunan Tionghoa. 

dokpri
dokpri
Yang kalau dulunya hanya dirayakan oleh pemeluk aliran Khonghucu.tapi belakangan ini sudah tidak lagi didominasi oleh Pemeluk suatu agama tertentu.Bahkan lebih jauh,masalah bagi bagi angpau tidak hanya semata mata dikalangan keturunan Tionghoa ,tapi sudah meluas menjadi semacam tradisi yang bersifat perayaan umum . Bahkan di Australia,hotel hotel yang pemiliknya adalah orang " bule" sudah sejak lama memasang atribut Imlek setiap tahun. Bukan karena mereka memahami tradisi Imlek,tapi terlebih berorientasi bisnis 

dokpri
dokpri
Memaknai Arti Angpau Dari Sudut Pandang Berbeda

Sebagai orang yang dilahirkan dikota Padang,sejak kecil kami berbicara dalam keluarga dalam bahasa Padang. Pengetahuan tentang pernak pernik leluhur dan tradisi Imlek,sangat minim. Berbeda dengan saudara saudara keturunan Tionghoa yang dilahirkan di Riau dan Medan.yang rata rata masih fasih berbahasa Mandarin . Minimal mampu berbahasa Hokkien atau Khek . Sejujurnya,kalau saya hanya bisa bilang :"Kamsia"  Hal ini ditambah lagi dengan kedua orang tua kami ,juga tidak mengerti sama sekali bahasa Mandarin. Karena orang tua kami sekolah di Madrasah.di kampung. Bahkan hampir seluruh catatan dibuat dalam tulisan Arab,yang saya tidak paham

dokpri
dokpri
.Sama  Sama Keturunan Tionghoa Tapi Boleh Jadi Beda Pemahaman Tentang Angpau

Tulisan ini juga hanya berdasarkan pengalaman hidup karena terlahir dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakat Tionghoa di kota Padang. Boleh jadi  pemahaman ini berbeda dengan warga keturunan Tionghoa yang lahir  di Riau dan Medan,serta di Pontianak dan Singkawang  Karena pemahaman saudara kita yang lahir di 3 lokasi tersebut ,jauh lebih mendalam tentang sejarah Angpau 

dokpri
dokpri
Kembali ke Topik

Sesuai dengan istilahnya, maka angpau selalu diberikan  dalam bentuk amplop atau bungkusan uang dalam kertas berwarna merah cerah. Merah melambangkan keceriaan dan kegembiraan hati serta harapan. Jadi kalau mau memberikan uang duka kepada keluarga yang meninggal, jangan pernah menggunakan amplop warna merah, karena akan membuat orang bingung. Sebab untuk uang duka diberikan dalam amplop putih yang disebut sebagai "phakpau".

Pemberian Angpau merupakan ajaran kasih bagi anak-anak secara alami. Sejak masih kecil mereka sudah menerima "angpau" yang tentu menghadirkan rasa sukacita dalam diri mereka. Setiap tahun ritual ini akan tumbuh dan berkembang dalam diri mereka, sehingga kelak setelah dewasa mereka sudah terdidik untuk mengaplikasikan hidup berbagi kepada orang lain yang tingkatnya lebih rendah, dalam pengertian baik lebih muda dalam usia, maupun dalam tatanan garis keturunan keluarga. Bila keuangan memadai boleh juga memberikan kepada orang yang  usianya jauh lebih tua  Saya dan istri setiap tahun, hingga kini, masih menerima angpau dari anak-anak kami sebagai sebuah rasa kasih sayang.

Catatan tambahan: Tulisan ini bersifat pribadi dan tidak mewakili golongan manapun.Jadi seandainya terdapat kesalahan dalam mengartikan makna:"Angpau" maka hal tersebut adalah kesalahan saya pribadi .Seperti yang sudah dijelaskan diawal,saya lahir di kota Padang dan isteri lahir di Solok.Sejak kecil hingga kini,dirumah kami berkomunikasi dalam bahasa Padang,bukan dalam bahasa Mandarin.Hal ini bukan dikarenakan saya berjiwa nasional ,tapi memang karena tidak bisa berbahasa Mandarin. 

Semua gambar pendukung adalah dokumentasi pribadi

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun