Saya memeluk isteri saya dan kami berdua bangun dan bersyukur kepada Tuhan. Bahwa setelah seluruh rangkaian perjalanan hidup yang perih dan teramat menyakitkan,ternyata semua akan indah pada waktunya Mimpi buruk itu sangat menakutkan,tapi sekaligus menjadi alaram bagi saya,untuk jangan pernah lupa bersyukurÂ
Catatan:
Mimpi buruk tersebut, adalah bagian dari perjalanan hidup kami ,sewaktu masih tinggal di pasar kumuh yang bernama Pasar Tanah Kongsi. Putra kami yang pada waktu itu baru satu orang,bernama Irmansyah Effendi.Mimpi buruk tidak selalu buruk. Terkandang dibutuhkan ,agar menjadi pengingat,agar jangan pernah lupa diri,jangan sombong,\serta jangan lupa untuk bersyukurÂ
Kini ,anak yang dulu kurus kering dan kelaparan,telah menyediakan rumah bagi kami berdua untuk tinggal di tepi pantai Burns Beach. Pagi ini,saya dan isteri berpelukan sambil menangis. Tapi tangis yang berbeda total dengan tangis kami 50 tahun lalu. Sungguh Mahabesarlah TuhanÂ
Cuplikan dari biografi kami,yang pernah merasakan bagaimana hidup dalam kemelaratan dan kemiskinan selama tujuh tahun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H