Sekedar Berbagi Cuplikan Kisah Hidup
Kosa kata "mati suri" bisa menimbulkan debat berkepanjangan bagi orang yang merasa ahli di bidang medis.
Ada yang bilang, mati suri tidak sama dengan "koma" dan ada juga yang bilang bahwa hal tersebut hanyalah perasaan yang bersangkutan saja sehingga terjadi halusinasi. Yakni menyangka bahwa benar benar hal tersebut terjadi, padahal sesungguhnya adalah semacam halusinasi belaka
Dari segi medis, kondisi mati suri disamakan dengan near death experience (NDE)Â alias pengalaman mendekati kematian.
Dalam keadaan ini, biasanya detak jantung seseorang sudah tidak terdeteksi namun otaknya masih berfungsi meskipun dalam tingkat yang sangat rendah.
Latar belakang saya hanya kuliah di jurusan bahasa dan sama sekali tidak pernah menyentuh hal-hal yang ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan tentang medis.
Jadi tulisan ini semata-mata hanya sebuah kisah hidup. Bagi yang tidak percaya anggap saja baca dongeng dan bagi yang percaya tentunya terima kasih.
Kembali ke judul...
Seperti yang sudah pernah saya ceritakan, di kampung halaman saya disebut sebagai "manusia berjiwa kucing" karena berkali-kali menghadapi maut, tapi izin tinggal di dunia diperpanjang terus oleh Sang Pemberi Kehidupan, Tuhan Yang Maha Pencipta.
Nah, singkat cerita suatu ketika saya jatuh lagi dari pohon jambu. Tapi kali ini jatuh dengan posisi kepala menghantam tanah, karena pada saat saya dalam posisi menungging akan mengambil jambu yang ranum di ujung dahan, tetiba dahannya patah. Â
Pada saat kepala saya menghantam tanah dari ketinggian sekitar 3 meter, saya sungguh tidak dapat menceritakan bagaimana rasanya.
Dalam mulut saya terasa ada cairan asin. Saya memaksa diri untuk berjalan tapi baru beberapa langkah tubuh saya ambruk dan saya muntah muntah dan tidak tahu lagi apa yang terjadi
Mengalami Gegar Otak yang Parah
Menurut team medis saya mengalami gegar otak parah. Seluruh keluarga sudah berkumpul mengelilingi saya.
Pada waktu itu seluruh anggota keluarga masih lengkap. Ada Pastor Spinnabelli SX yang juga datang untuk memberikan saya Sakramen Penghabisan.
Sedang dalam kondisi kesakitan yang amat sangat, tetiba rasa sakit hilang dan saya mendengarkan musik yang amat indah.
Dari jauh tampak sumber musik berasal dari tempat yang terang benderang. Saya sangat ingin menuju ke sana, tapi setiap kali melangkah, entah mengapa kaki saya tidak bisa digerakkan.
Tetiba saya mendengar ada ratap tangis di bawah dan saat saya menengok ke bawah, tampak tubuh saya di tempat tidur dikelilingi seluruh anggota keluarga.
Dan saat suara ibu saya memanggil manggil nama saya,bagaikan ada magnit yang menarik tiba tiba saya sudah berada kembali di tempa tidur dan saat saya sadar,rasa sakit yang amat sangat kembali saya rasakan.Â
Izin Tinggal di Dunia Diperpanjang
Pada saat kejadian, saya berusia 18 tahun dan  masih duduk di kelas 2 di SMA don Bosco Padang. Yang mengelilingi saya pada waktu itu adalah adik saya dan kakak-kakak saya, papa dan mama, serta nenek saya.
Ada Pastor Spinnabelli SX ada Dokter Tio Wie Tek, ahli syaraf, dan dokter Gho Tjeng Un. Mengingat kejadian ini, saya jadi sedih, karena yang terbaring sakit adalah diri saya.
Tapi kini yang masih diperpanjang izin tinggal di dunia hanyalah saya dan kakak saya Yanita Effendi yang tinggal di Cijerah Bandung. Yang lainnya semua sudah berakhir izin tinggal dan tidak diperpanjang lagi.
Sejak sembuh dari sakit, saya berubah total. Kalau sebelumnya saya dapat julukan preman karena sering berkelahi, tapi setelah sembuh, saya berubah jadi anak baik.Â
Karena itu, jatah bonus ini ingin saya manfaatkan sebaik mungkin dan menjaga diri, agar jangan pernah menyakiti hati siapapun.
Tjiptadianata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H