Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Terlanjur Dililit Utang, Apa yang Harus Dilakukan?

7 Agustus 2020   23:00 Diperbarui: 8 Agustus 2020   04:27 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: kompas.com

Berbagi Pengalaman Pribadi

Menikmati hidup tanpa hutang piutang,sungguh  terasa bagaikan hidup di taman Firdaus. Jauh dari kemungkinan pecah rasa dari sahabat  atau pecah kongsi dari sanak keluarga. Karena dalam hidup ini,penyebab terbesar orang putus hubungan persahabatan,bahkan putus hubungan kekeluargaan adalah lantaran masalah hutang piutang/

Sejak memutuskan untuk tinggal di Australia,maka seluruh urusan utang piutang saya bereskan. Sehingga kami bebas murni dari hutang dari pihak manapun. 

Kalau yang namanya Piutang, sudah sejak lama saya hapus dari pembukuan,karena hanya sebatas catatan dan tak akan pernah dapat ditagih lagi, Memaksa menagih,maka resikonya adalah putus hubungan. Maka saya memlih mengikhlaskan  semua piutang dan membereskan semua hutang kami,Sehingga kami dapat meninggalkan tanah air tanpa beban pikiran. 

Pernah Merasakan Hidup Dililit Hutang

Mungkin tidak banyak yang tahu,bahwa saya pernah merasakan hidup  dililit hutang.Bukan karena berfoya foya ,tapi karena ditipu mitra bisnis di Singapore . Jumlahnya sangat fantastis,yakni senilai 65 ton komoditas ekspor.

Akibatnya perusahan saya colapse .Saya merasakan hal ini bagaikan sebuah palu yang dihantamkan kedada saya.teramat menyakitkan,karena pelakunya adalah sahabat bisnis selama bertahun tahun. Orang yang setiap kali bertemu selalu memeluk saya dan memanggil :"My brother "kepada diri saya. Belum reda goncangan batin saya,ternyata orang yang sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri, ternyata melarikan uang perusahaan dalam jumlah yang fantastis.Hal ini sungguh merupakan pukulan berat bagi saya dan keluarga

Apa Tindakan Saya?

Langkah pertama saya lakukan adalah mendata ulang semua utang piutang,  Ada saham dari keluarga,ada saham dari teman,yang dipercayakan kepada kami. Kami memutuskan menjual seluruh aset pribadi yang terdiri dari  :

  • 8 unit rumah di Komplek Wisma Indah I ,Padang
  • 3 Kavling tanah di Tabing,
  • 2 kavling tanah di samping telkom

Hasil dari penjualan seluruh aset pribadi ,saya gunakan untuk mengembalikan uang saham dari anggota keluarga dan teman teman. Ternyata masih ada yang kurang,maka sedan corolla pun kami jual dan sisanya kami belikan sebuah kendaraan niaga. Yang difungsikan oleh istri saya untuk antar jemput anak anak sekolah. 

Saya dapat merasakan betapa terpukulnya perasaan istri saya,dari seorang istri Boss ,kini harus menjadi Sopir antar jemput anak sekolah. Tapi saya salut,istri saya menjalani semuanya dengan ikhlas dan tak pernah sekali jua mengeluh .

Mengapa Hutang Pada Keluarga dan Teman Teman Dijadikan Prioritas Utama Untuk Dilunaskan?

Karena bila urusan hutang dengan keluarga dan teman teman  tidak tuntas,maka bukan hanya diri pribadi yang akan menderita,tapi anak istri,bahkan kemungkinan hingga kelak cucu cucu kita juga akan mendapatkan stigma negatif.Misalnya :" Itu cucu Pak Tjipta yang hutangnya tidak dibayar!" 

Kalau urusan dengan bank,orang tidak akan mempermasalahkan dan dianggap urusan kita dengan bank.Paling banter ,rumah yang dijadikan agunan pada bank akan disita

Kesetiaan Istri Menjadi Motivasi Saya Bangkit dari Keterpurukan Hidup

Suatu malam saya tengok istri saya tidur dengan wajah pucat.Mungkin kecapaian mengemudikan kendaraan sejak pagi dan harus mengantarkan anak anak teman yang berlangganan naik kendaraan antar jemput dengan istri saya.  Tetiba bagaikan terbangun dari mimpi buruk saya sadar ,kog saya begitu tega membiarkan istri saya memikul tanggung jawab,yang seharusnya kewajiban saya. 

Menyaksikan kesetiaan istri saya yang tidak pernah mengeluh kendati dalam kondisi sakit,saya berjanji pada diri sendiri,untuk bangkit dari keterpurukan . Dan bersyukur kepada Tuhan,2 tahun kemudian,perusahaan  kami pulih kembali. 

Dan setelah ketiga anak kami berkeluarga, saya dan istri memutuskan untuk meninggalkan semua usaha kami dan menikmati bersama anak cucu. Karena kalau kami berdua tetap terjerat oleh kenikmatan uang,maka kelak anak cucu tidak akan mengenal kami lagi. 

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun